Lebih lanjut, ketika berkuasa pada 2019, Presiden Rajapaksa memutuskan untuk memotong pajak. Ini berarti pemerintah memiliki lebih sedikit uang untuk membeli mata uang asing di pasar internasional untuk meningkatkan cadangannya.
Kekurangan mata uang Sri Lanka menjadi masalah yang sangat besar pada awal 2021. Pemerintah mencoba menghentikan arus keluar mata uang asing dengan melarang semua impor pupuk kimia, dan meminta petani menggunakan pupuk organik. Hal ini menyebabkan kegagalan panen yang meluas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Lanka harus menambah stok makanannya dari luar negeri, yang membuat kekurangan mata uang asingnya semakin parah. Sejak itu, pemerintah telah melarang impor berbagai macam barang 'tidak penting' dari mobil hingga jenis makanan tertentu dan bahkan sepatu.
Salah satu cara negara dapat meningkatkan ekspor mereka adalah dengan memotong nilai mata uang, tetapi pemerintah menolak untuk membiarkan rupee Sri Lanka jatuh terhadap mata uang lainnya. Akhirnya terjadi pada Maret 2022 rupee turun lebih dari 30% terhadap dolar AS.
Sementara, pemerintah Sri Lanka harus mengumpulkan US$ 7 miliar dalam mata uang asing tahun ini untuk membayar utangnya. Pembayaran serupa juga harus dilakukan pada tahun-tahun mendatang.
Pemerintah ingin membuat kesepakatan keuangan baru untuk melunasi utangnya, tetapi peringkat kreditnya telah jatuh sangat rendah sehingga sangat sedikit lembaga yang mau meminjamkan uang. Akibatnya, cadangan devisanya habis hanya untuk membayar bunga pinjaman saat ini.
(acd/ara)