Begini Asal Muasal Krisis Mengerikan di Sri Lanka

Begini Asal Muasal Krisis Mengerikan di Sri Lanka

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 12 Apr 2022 10:27 WIB
Protestors shouts slogans against Sri Lanka President Gotabaya Rajapaksa near the Presidential Secretariat, amid the countrys economic crisis in Colombo, Sri Lanka, April 9, 2022. REUTERS/Dinuka Liyanawatte
Asal Muasal Krisis Mengerikan di Sri Lanka/Foto: REUTERS/DINUKA LIYANAWATTE
Jakarta -

Ribuan warga Sri Lanka turun ke jalan menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa dalam beberapa hari terakhir. Hal itu terjadi karena negara tersebut mengalami krisis ekonomi terparah sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.

Negara ini mengalami kekurangan pangan, lonjakan harga-harga, dan pemadaman listrik.

Dikutip dari BBC, Selasa (12/4/2022), permasalahan di Sri Lanka terjadi karena cadangan mata uang asingnya hampir habis. Hal itu berarti, negara ini tidak mampu membayar impor makanan pokok dan bahan bakar yang berdampak pada kelangkaan dan harga yang tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah menyalahkan pandemi yang menghentikan kunjungan turis, yakni penghasil mata uang asing negara tersebut. Tak cuma itu, para turis ketakutan karena serangkaian serangan bom mematikan di gereja-gereja tiga tahun lalu.

Namun, banyak ahli mengatakan salah urus ekonomi ialah penyebabnya. Ada banyak faktor, namun satu yang utama adalah bahwa pada akhir 30 tahun perang saudara pada 2009, Sri Lanka memilih untuk lebih fokus pada pasar domestik daripada mengekspor ke luar negeri. Jadi pendapatan dari ekspor rendah, sementara tagihan impor terus bertambah.

ADVERTISEMENT

Pemerintah juga mengumpulkan utang dalam jumlah besar untuk mendanai apa yang proyek infrastruktur yang tidak perlu. Pada akhir 2019, Sri Lanka memiliki cadangan mata uang asing sebesar US$ 7,6 miliar, namun pada Maret 2020 hanya menjadi US$ 2,3 miliar.

Simak video 'Seluruh Menteri Kabinet Sri Lanka Mengundurkan Diri!':

[Gambas:Video 20detik]



Berlanjut ke halaman berikutnya.

Lebih lanjut, ketika berkuasa pada 2019, Presiden Rajapaksa memutuskan untuk memotong pajak. Ini berarti pemerintah memiliki lebih sedikit uang untuk membeli mata uang asing di pasar internasional untuk meningkatkan cadangannya.

Kekurangan mata uang Sri Lanka menjadi masalah yang sangat besar pada awal 2021. Pemerintah mencoba menghentikan arus keluar mata uang asing dengan melarang semua impor pupuk kimia, dan meminta petani menggunakan pupuk organik. Hal ini menyebabkan kegagalan panen yang meluas.

Sri Lanka harus menambah stok makanannya dari luar negeri, yang membuat kekurangan mata uang asingnya semakin parah. Sejak itu, pemerintah telah melarang impor berbagai macam barang 'tidak penting' dari mobil hingga jenis makanan tertentu dan bahkan sepatu.

Salah satu cara negara dapat meningkatkan ekspor mereka adalah dengan memotong nilai mata uang, tetapi pemerintah menolak untuk membiarkan rupee Sri Lanka jatuh terhadap mata uang lainnya. Akhirnya terjadi pada Maret 2022 rupee turun lebih dari 30% terhadap dolar AS.

Sementara, pemerintah Sri Lanka harus mengumpulkan US$ 7 miliar dalam mata uang asing tahun ini untuk membayar utangnya. Pembayaran serupa juga harus dilakukan pada tahun-tahun mendatang.

Pemerintah ingin membuat kesepakatan keuangan baru untuk melunasi utangnya, tetapi peringkat kreditnya telah jatuh sangat rendah sehingga sangat sedikit lembaga yang mau meminjamkan uang. Akibatnya, cadangan devisanya habis hanya untuk membayar bunga pinjaman saat ini.

(acd/ara)

Hide Ads