Dedi Mulyadi Ngamuk di DPR, Minta Ketua Serikat Karyawan Perhutani Mundur

Dedi Mulyadi Ngamuk di DPR, Minta Ketua Serikat Karyawan Perhutani Mundur

Dian Firmansyah - detikFinance
Rabu, 13 Apr 2022 20:09 WIB
Politikus Golkar Dedi Mulyadi
Foto: istimewa: Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi
Jakarta -

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi ngamuk saat memimpin audiensi dengan Serikat Karyawan (Sekar) Perum Perhutani saat membahas SK. 287/Menteri LHK/Setjen/PLA.2/4/2022 tentang penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Kekecewaan Dedi terlihat sejak pertama kali Ketua Sekar Perum Perhutani memaparkan bahan yang akan menjadi acuan audiensi. Namun bahan tersebut dinilai lebih kepada pemaparan pihak manajemen Perhutani bukan serikat pekerja.

"Fokus kita lebih baik pada dampak yang timbulkan dari SK ini. Jangan paparan mewakili manajemen Perhutani, karena ini mewakili karyawan. Apa sih dampak kerusakan lingkungannya, nasib karyawan bagaimana, bukan paparan manajemen Perhutani. Harus dibedakan antara Perhutani dan serikat karyawan," ucap Kang Dedi saat memimpin audiensi Komisi IV DPR RI dengan Serikat Karyawan Perum Perhutani di Ruang Rapat Komisi IV di Gedung DPR RI, sesuai keterangan yang diterima detikjabar, Rabu (13/04/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara umum, kata Dedi, Komisi IV secara tegas telah menolak SK tersebut. Sebab dengan munculnya SK tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada hilangnya 1,1 juta hektare lahan hutan di Pulau Jawa (Banten, Jabar, Jateng dan Jatim).

"Sebenarnya di Komisi IV sudah masuk dalam kesimpulan dan ditolak. Kita menolak SK tersebut," tegas Dedi.

ADVERTISEMENT

Dedi mengatakan persoalan hutan tidak fokus pada apa yang dihasilkan dan didapat oleh negara. Lebih dari itu Komisi IV menitikberatkan persoalan hutan pada aspek konservasi.

"Aspek konservasi ini harus dipahami. Dari hutan banyak sumber daya air yang harus dipertahankan, kawasan penghasil oksigen. Kalau ada pengalihan pengelolaan bisa jadi hutan jadi kawasan properti," ucapnya.

"Kita berharap SK tersebut bisa dicabut kembali," tegas Kang Dedi.

Sebelum lahirnya SK tersebut, kata Dedi, sudah banyak kawasan hutan yang telah berubah fungsi. Bahkan Dedi banyak mendapati kawasan hutan kini malah menjadi kawasan ekonomi.

Ia mencontohkan kawasan sabuk hijau yang mengelilingi Gunung Tangkuban Perahu kini sudah mulai banyak beralih fungsi dari mulai pembangunan kawasan wisata hingga rencana pembangunan kampus. Ia khawatir jika terus terjadi alih fungsi yang masif maka akan terjadi banjir besar menghantam kawasan kaki gunung.

"Orang banyak berpikir daripada lahan perkebunan dan kehutanan tidak manfaat lebih baik jadi bangunan yang ekonomis, padahal itu belanda dulu membuat kawasan sabuk hijau di areal gunung tujuannya untuk konservasi tetapi tidak mematikan ekonomi," ucapnya.

Bagi Dedi konsep peralihan Perhutanan Sosial tidak dimaknai dengan alih fungsi lahan. Ia khawatir jika SK tersebut tetap dijalankan tidak hanya sekadar alih fungsi lahan yang terjadi namun juga alih kepemilikan.

Namun jalannya audiensi terus berjalan alot. Sebab apa yang disampaikan oleh para pengurus yang hadir di ruang rapat berbanding terbalik dengan aspirasi dan kenyataan di lapangan. Salah satunya adalah karyawan Perum Perhutani terancam terkena PHK karena beralihnya pengelolaan 1,1 juta hektare hutan.

Dalam audiensi tersebut, para pengurus yang hadir menyampaikan pihak manajemen memastikan tidak akan ada PHK terhadap karyawan. DPR menilai hal tersebut tidak masuk logika karena hilangnya 1,1 juta hektare lahan maka jumlah pegawai pun akan berkurang.

Pihaknya menduga para pengurus Sekar Perum Perhutani yang hadir dalam audiensi tersebut lebih pro pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dibanding dengan kelestarian hutan dan para karyawan yang was-was karena terancam PHK.

"Saya mendapat banyak pesan dari karyawan Perhutani seluruh Indonesia bahwa apa yang sampaikan Serikat Karyawan hari ini tidak komit. Apa yang disampaikan saat ini telah bertentangan dengan karyawan Perhutani," tegas Dedi.

"Datang ke sini bapak malah plangak-plongok, lebih baik bapak mundur sebagai pimpinannya. Malu saya melihatnya. Kita tidak perlu lagi ngomong panjang-panjang, ada bapak atau tidak datang ke sini Komisi IV tetap menolak SK ini," ucapnya.

Kang Dedi Mulyadi mengatakan pihaknya tegas menolak SK tersebut bukan hanya karena alasan ada atau tidaknya PHK di lingkungan Perum Perhutani. Tapi hal penting lainnya adalah hilangnya pengelolaan 1,1 juta hektare hutan tersebut sangat bertentangan dengan prinsip kehutanan.

"Bagi saya hutan di Pulau Jawa itu tinggal sisa 16 persen sekarang diambil 1,1 juta tinggal 7-8 persen sudah bertentangan dengan ekologi. Ekologi tidak ada hubungan dengan uang karena kalau sudah ada bencana, ada penyakit uang tidak akan ada arti," ucap Kang Dedi Mulyadi.

Audiensi tersebut pun diputuskan berakhir karena pihak yang datang mewakili Serikat Pekerja Perum Perhutani seolah telah setuju dengan SK Menteri LHK dan bertentangan dengan aspirasi para karyawan pada umumnya.




(ega/hns)

Hide Ads