Jokowi Turun Tangan Urus Gonjang-ganjing Minyak Goreng, Ada Apa?

Jokowi Turun Tangan Urus Gonjang-ganjing Minyak Goreng, Ada Apa?

Tim detikcom - detikFinance
Jumat, 22 Apr 2022 21:18 WIB
Apakah tahun ini bisa mudik? Jokowi mempersilakan masyarakat untuk mudik Lebaran 2022. Salah satu syarat mudik Lebaran 2022 adalah wajib vaksinasi booster.
Foto: Biro Pers Setpres: Presiden Joko Widodo turun tangan langsung atasi masalah minyak goreng
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bahan baku minyak goreng (minyak sawit) dan minyak goreng mulai 28 April 2022. Kebijakan ini berlaku sampai masa waktu yang akan ditentukan kemudian.

Anggota DPR menyoroti langkah Jokowi turun tangan langsung mengatasi masalah minyak goreng. Salah satunya anggota komisi VI DPR, Mufti Anam.

"Kebijakan ini bukti negara hadir menjaga kebutuhan rakyat, negara hadir mendahulukan kepentingan rakyat, negara hadir melawan kepentingan pengusaha CPO, oligarki sawit, yang sedang berburu cuan di saat harga melonjak di pasar global," ujar Mufti dalam keterangan tertulis, Jumat (22/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini bukti negara tegas melawan praktik bisnis yang semata-mata berburu cuan tanpa mendahulukan kepentingan ekonomi nasional. Praktik-praktik seperti itu terbukti dalam dugaan kasus penerbitan izin ekspor yang kini ditangani penegak hukum," sambungnya.

Mufti juga melihat sisi lain dari kebijakan tersebut yakni kegeraman presiden ke jajaran Kementerian Perdagangan.

ADVERTISEMENT

"Lho kan sebelumnya ada DMO 20%, lalu DMO 30%, plus ada DPO. Tapi ternyata enggak ada ketegasan Kemendag. Bahkan belakangan ada dugaan permainan sebagaimana diungkap penegak hukum. Jadi ini sebenarnya bentuk kegeraman plus sindiran Pak Jokowi sebagai orang Solo yang halus, ini lho DMO-DPO-mu enggak jalan, sudah sekalian kita stop ekspor CPO," papar Mufti.

Kebijakan Jokowi tersebut, menurut Mufti, bisa menegakkan kedaulatan dan kemampuan Indonesia sebagai pemasok minyak sawit terbesar di dunia, di mana sekitar 30% kebutuhan CPO dunia dipasok dari Tanah Air.

"Fenomena beberapa bulan ini menunjukkan sebuah ironi, di mana Indonesia sebagai produsen CPO terbesar justru mengalami kelangkaan minyak sawit. Kebijakan Presiden Jokowi kembali menegakkan kedaulatan dan kemampuan kita sebagai produsen CPO raksasa dunia yang tampil membela rakyatnya," ujarnya.

Halaman berikutnya pandangan para ekonom terhadap kebijakan Jokowi tersebut. Langsung klik.

Senada, itu Ekonom Centre of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendi mengatakan kebijakan baru tersebut merupakan langkah awal yang baik untuk kebutuhan dalam negeri

"Saya rasa ini merupakan inisiasi dan langkah awal yang baik, untuk menuju menurunkan kebijakan harga minyak goreng. Artinya, pemerintah lebih mengedepankan pasar domestik," kata Yusuf saat dihubungi detikcom, Jumat (22/2/2022).

Namun, Ia juga mengatakan bahwa kebijakan tersebut belum tentu bisa membuat kemudian harga minyak goreng langsung turun.

"Kalau kemudian akan langsung menurunkan harga, itu belum tentu juga. Karena ini perlu ditindak lanjuti lagi. Setelah pelarangan kemudian harus ada pengawasan," tambahnya.

Yusuf juga menganggap kebijakan baru itu merupakan tanggapan dan pembedahan, atas masalah tata niaga dalam Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Saya kira ini kan tindak lanjut dari kasus yang diperuntukan ke salah satu sub di Kemendag kemarin. Artinya, kita tahu bahwa ada masalah dalam tata niaga Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunanya di dalam negeri. Jadi, ini merupakan langkah awal yang baik untuk menindak lanjuti atau membedah lebih dalam apakah kemudian betul bahwa permasalahan tata niaga ini berasal apakah dari hulu dari hilir. Atau jangan-jangan dari hulu sampai dengan hilir," ujarnya.

Sejalan dengan Yusuf, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengapresiasi langkah baru Jokowi itu.

"Saya apresiasi langkah Presiden yang melarang ekspor sawit dan minyak goreng. Hal ini berarti ada perhatian pemerintah yang lebih, terhadap masalah minyak goreng," ujar Nailul.

Ia juga mengatakan bahwa kebijakan baru tersebut perlu dibarengi dengan ketegasan pemerintah, kepada perusahaan-perusahaan yang diduga menahan stok minyak goreng.

"Namun demikian, pelarangan ini harus dibarengi dengan ketegasan pemerintah, kepada perusahaan-perusahaan yang diduga menahan stok minyak goreng. Karena jika pun ada pelarangan ekspor namun stok-nya ditahan, ya harga gak bisa turun. Barang tetap langka di pasaran dan harga akan tetap tinggi," ungkap Nailul.


Hide Ads