Jakarta -
Jelang pemilihan umum Prancis, calon Presiden petahana Emmanuel Macron diprediksi akan mendapatkan suara lebih banyak daripada pesaingnya, Marine Le Pen. Investor pun lebih setuju bila Macron menjabat kembali lima tahun ke depan.
Dilansir dari CNN, Senin (25/4/2022), investor justru gelisah bila Le Pen memenangkan pemilihan umum. Hal itu diyakini akan mengguncang ekonomi Prancis yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di Eropa itu.
Kekhawatiran resesi timbul bila Le Pen memenangkan pemilihan umum. Malah disebut-sebut Le Pen dapat membawa dampak ekonomi lebih besar daripada Brexit ataupun kebijakan ekonomi Donald Trump.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu bisa lebih besar dari Brexit. Itu bisa lebih besar dari Trump, jika Le Pen menang," kata Michael Hewson, kepala analis pasar di CMC Markets.
Dalam penelitian yang diterbitkan pada hari Selasa, ahli strategi di Citi menempatkan probabilitas kemenangan Le Pen sebesar 35%. Meski begitu, mereka mendorong kliennya untuk melakukan lindung nilai pada aset obligasi pemerintah Prancis. Secara blak-blakan Citi mengatakan kemenangan Le Pen bakal merugikan pasar saham.
Kemenangan untuk Le Pen akan segera menimbulkan pertanyaan tentang hubungan politik dan ekonomi Prancis dengan Uni Eropa. Dia pernah mengatakan akan membawa Prancis keluar dari blok tersebut, meskipun saat ini dia telah membatalkan janjinya itu.
Tujuan kebijakannya misalnya seperti menghentikan pekerja asing datang ke Prancis, yang akan mengakhiri kebebasan bergerak di Eropa. Hal ini dinilai dapat menciptakan konflik serius.
"Sebagian besar kebijakan (Le Pen) tidak akan mungkin dilakukan di dalam UE. Itu bisa memicu Frexit, atau keluarnya Prancis dari Uni Eropa," kata Grégory Claeys, seorang rekan senior di Bruegel, sebuah think tank di Brussels.
Lanjut di halaman berikutnya.
Jika Prancis, di bawah Le Pen, mendorong kebijakan yang melanggar hukum UE, dia memperkirakan akan ada eksodus modal karena investor menarik uang tunai dari negara itu. Hal ini bisa mengulang kejadian yang dialami Inggris saat memilih Brexit pada 2016.
Le Pen membangun dukungan selama putaran pertama pemungutan suara awal bulan ini dengan berfokus pada melonjaknya biaya hidup sambil mengurangi retorikanya terhadap imigran dan Islam.
"Prioritas mutlak saya dalam lima tahun ke depan adalah mengembalikan uang kepada orang-orang Prancis," katanya dalam debat televisi dengan Macron pada Rabu.
Inflasi Prancis mencapai 4,5% pada bulan Maret, mendorong kepercayaan konsumen ke level terendah dalam lebih dari setahun. Harga energi, yang melonjak sejak invasi Rusia ke Ukraina, naik 29% dibandingkan tahun 2021, sementara harga pangan hampir 3% lebih tinggi.
Ketika inflasi menggerogoti pengeluaran, para ekonom telah memperingatkan bahwa ekonomi Prancis dapat menyusut akhir tahun ini.
Le Pen telah berjanji untuk memulihkan uang hingga US$ 217 atau sekitar Rp 3,1 juta per bulan ke dalam daya beli rumah tangga masyarakat Prancis. Mulai dari dengan memotong pajak bahan bakar, mengurangi tarif jalan tol, dan memotong manfaat sosial seperti perumahan bersubsidi untuk orang asing.
Tetapi Macron mengkritik rencananya dalam debat hari Rabu. Menurutnya lebih masuk akal untuk melanjutkan kebijakan pemerintah untuk membantu kelompok yang paling miskin daripada mengejar langkah-langkah yang kurang tepat sasaran seperti memotong pajak bahan bakar.
Dia juga membeberkan telah ada 1,2 juta pekerjaan yang diciptakan selama masa kepresidenannya. Macron pun mengatakan pemerintah akan mempertahankan batasan sementara pada harga listrik dan gas, yang telah membantu menjaga inflasi lebih rendah daripada di tempat lain di Eropa.
Perhatian terhadap Le Pen telah meningkat sejak putaran pertama, terutama atas dukungannya di masa lalu untuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Hal itu membuat Macron tetap menjadi favorit. Eurasia Group menyatakan Macron memiliki peluang 80% untuk terpilih kembali.
Simak Video "Video: Momen Presiden Prancis Macron Selfie Bareng Puluhan Pelajar di UNJ"
[Gambas:Video 20detik]