Kan... Kan... Rusia Dapat Sanksi Baru Lagi dari AS, Parah!

Kan... Kan... Rusia Dapat Sanksi Baru Lagi dari AS, Parah!

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 09 Mei 2022 15:21 WIB
Perang di Ukraina masih belum usai sejak Rusia serang negara itu pada 24 Februari 2022 lalu. Pada akhir pekan lalu, serangan udara hancurkan sekolah di Luhansk.
Foto: State Emergency Services/Handout via REUTERS
Jakarta -

Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan memberikan serangkaian sanksi baru terhadap Rusia. Sanksi ini ditetapkan AS usai Presiden Joe Biden dan para pemimpin G-7 bertemu secara virtual dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Minggu, 8 Mei 2022 kemarin.

Melansir dari CNN, Senin (9/5/2022), kali ini pemerintah AS menargetkan kontrol ekspor baru terhadap sektor industri Rusia, media asal Rusia, dan sekitar 2.600 pembatasan visa bagi pejabat Rusia dan Belarusia.

Dalam pelaksanaannya, AS akan memberikan sanksi pertama terhadap eksekutif Gazprombank, perusahaan raksasa tempat sebagian besar negara Eropa membeli gas Rusia. Sebelumnya perusahaan raksasa energi tersebut belum pernah diterapkan sanksi lantaran AS ingin menghindari permasalahan ekspor gas di Eropa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian sanksi terhadap eksekutif Gazprombank hanyalah tindakan terhadap para pemimpin lembaga keuangan perusahaan tersebut dan bukan sanksi penuh terhadap bank itu sendiri, yang harus berbisnis dengan orang Eropa untuk terus membeli gas Rusia.

"Kami juga menargetkan kemampuan Putin untuk menghasilkan pendapatan yang memungkinkan agresinya, serta entitas dan pemimpin mereka yang mendukung tindakan destruktifnya," kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip detikcom dari CNN.

ADVERTISEMENT

Selain Gazprombank, AS juga menerapkan sanksi bagi tiga stasiun televisi Rusia, yakni perusahaan gabungan Channel One Russia, stasiun televisi Russia-1, dan perusahaan penyiaran gabungan NTV.

Adapun bila ditotal, ketiga stasiun televisi asal Rusia tersebut dapat menerima lebih dari US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,29 triliun (kurs Rp 14.300/dolar AS) atas pendapatan iklan dari negara-negara Barat tahun lalu, menurut pejabat tersebut. "Kami tidak akan membantu mereka menyiarkan kebohongan dan kebohongan yang Anda dengar dari Putin setiap hari," jelasnya lagi.

(fdl/fdl)

Hide Ads