Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan ekspor akan menurun mengingat situasi perang di Ukraina. Belum lagi CPO yang dilarang ekspor.
"Terutama untuk CPO, kita sudah mem-banned. Otomatis 15% dari non-migas itu akan berkurang," katanya.
Lalu, akan menghadapi proses perlambatan karena suku bunga The Fed naik yang berdampak ke dalam negeri. Kenaikan harga komoditas juga bisa menekan daya beli masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya, mungkin implikasi dari tiga itu pertumbuhan ekonomi kita akan tumbuh di atas 5,5% saya kira berat. Maksimal 5% lebih sedikit," tuturnya.
Mengenai pencapaian pertumbuhan kuartal I-2022 sebesar 5,01%, Tauhid mengatakan ekonomi Indonesia mulai mendekati normal jika dibandingkan dengan sebelum pandemi COVID-19 pada 2019. Hanya saja kemiskinan dan pengangguran belum kembali normal.
"Artinya apa? Proses pemulihan ini tidak berkualitas. Harusnya kalau berkualitas seiring pertumbuhan ekonomi penurunan kemiskinannya dan penganggurannya sudah jauh lebih baik," katanya.
Tauhid menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2022 sebesar 5,01% disebabkan perdagangan internasional dan konsumsi masyarakat sudah mulai normal.
"Hanya di government expenditure yang masih relatif rendah begitu," ujarnya.
(ara/ara)