Negara-negara maju sedang dilanda inflasi sangat tinggi akibat harga barang dan jasa yang terus-menerus mengalami kenaikan. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi April 2022 sebesar 3,47%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan inflasi Indonesia itu masih relatif rendah dibanding banyak negara. Realisasi April itu masih berada di bawah target pemerintah 3 plus minus 1%.
"Untuk Indonesia Inflasi masih relatif rendah dibanding banyak negara," kata Febrio dalam Taklimat Media, Jumat (13/5/2022).
Meski begitu, Febrio mengaku akan terus memantau perkembangan inflasi dari waktu ke waktu. Beberapa komoditas yang dipantau seperti harga energi, beras, cabai, gula, hingga minyak goreng.
"Semuanya kita pantau dengan teliti. Dalam ancaman yang cukup berat ini prioritas pertama pemerintah menjaga momentum pemulihan ekonomi. Pemerintah juga memastikan menjaga daya beli masyarakat," tuturnya.
Sebagai strategi, APBN akan berperan sebagai shock absorber atau meredam guncangan kenaikan harga-harga komoditas dunia. Febrio yakin itu bisa dilakukan karena Indonesia punya modal bahwa dengan harga komoditas yang meningkat, penerimaan negara juga meningkat.
"Shock absorber dari APBN memang bisa berfungsi cukup efektif walaupun kita menghadapi challenge yang cukup berat di tahun ini," tuturnya.
Terkait berapa anggaran yang disiapkan untuk tambahan subsidi, kata Febrio, semua itu tergantung pada hitungan dari hari ke hari dan berapa lama kenaikan harga ini terjadi. Dengan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat yang terjaga, APBN dipastikan akan tetap sehat sehingga defisit terjaga.
"Kita siapkan range berapapun kenaikan yang harus kita tanggung dari sisi APBN-nya. Kita pastikan bahwa APBN-nya bukan saja cukup kuat untuk menanggung sebagai shock absorber, tetapi juga bahkan defisitnya akan turun," tandasnya.
Simak Video "Video Sri Mulyani soal Inflasi RI Rendah: Tak Terkait dengan Daya Beli"
(aid/das)