Bos Bank Dunia Peringatkan Perang di Ukraina Picu Resesi global

Bos Bank Dunia Peringatkan Perang di Ukraina Picu Resesi global

Aldiansyah Nurrahman - detikFinance
Jumat, 27 Mei 2022 10:37 WIB
Sejumlah negara Barat mengenakan sanksi ekonomi kepada Rusia. Akibatnya, mata uang rubel langsung turun hingga 30 persen. Warga ramai-ramain menarik uang sebelum makin tumbang,
Foto: AP/Alexander Zemlianichenko Jr
Jakarta -

Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan invasi Rusia ke Ukraina dapat membuat harga pangan, energi, dan pupuk meroket. Hal ini memicu terjadinya resesi global.

Malpass mengatakan sulit untuk melihat bagaimana cara menghindari terjadinya resesi. Disaat yang sama, lockdown di China membuatnya khawatir karena itu berpengaruh terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi.

Pernyataan Malpass ini merupakan peringatan terbarunya atas meningkatnya risiko ekonomi dunia yang mungkin akan mengalami kontraksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat kita melihat Produk Domestik Bruto (PDB) global, sulit sekarang untuk melihat bagaimana kita menghindari resesi. Kenaikan harga energi dua kali lipat sudah cukup untuk memicu resesi dengan sendirinya," katanya, mengutip BBC, Jumat (27/5/2022).

Bulan lalu, Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini hampir satu persen penuh, menjadi 3,2%.

ADVERTISEMENT

PDB adalah ukuran untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Ini adalah salah satu cara terpenting untuk mengukur seberapa baik atau buruk kinerja ekonomi. PDB membantu sektor bisnis untuk menilai kapan harus memperluas dan merekrut lebih banyak pekerja atau sebesar apa berinvestasi.

Pemerintahan juga menggunakan PDB untuk membuat keputusan dalam segala hal mulai dari pajak hingga pengeluaran. PDB juga adalah salah satu ukuran bagi bank sentral mempertimbangkan apakah akan menaikkan atau menurunkan suku bunga.

Malpass juga mengatakan banyak negara Eropa masih terlalu bergantung pada Rusia untuk minyak dan gas. Bahkan ketika negara-negara Barat terus maju dengan rencana untuk mengurangi ketergantungan mereka pada energi Rusia.

Dia juga mengatakan langkah Rusia untuk memotong pasokan gas dapat menyebabkan perlambatan substansial di Eropa.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Lebih lanjut, Malpass mengungkapkan harga energi yang tinggi sudah membebani Jerman, yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Eropa dan terbesar keempat di dunia.

Negara-negara berkembang juga terpengaruh oleh kekurangan pupuk, makanan dan energi. Malpass juga menyuarakan keprihatinan tentang lockdown di beberapa kota besar di China, termasuk di Shanghai merupakan pusat keuangan di China.

"China sudah mengalami beberapa kontraksi real estat, sehingga perkiraan pertumbuhan China sebelum invasi Rusia telah melemah secara substansial untuk 2022. Kemudian gelombang COVID-19 menyebabkan lockdown yang semakin mengurangi ekspektasi pertumbuhan untuk China," jelas Malpass.

Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan China mengalami pukulan lebih keras di lockdown kali ini dibanding pada saat awal pandemi.

Li menyerukan kepada para pejabatnya untuk memulai kembali aktivitas pabrik setelah lockdown.

"Kemajuannya tidak memuaskan. Beberapa provinsi melaporkan bahwa hanya 30% bisnis yang telah dibuka kembali. Rasionya harus dinaikkan menjadi 80% dalam waktu singkat," kata Li.

Lockdown secara penuh atau atau sebagian diberlakukan di lusinan kota di China pada Maret dan April, termasuk penutupan panjang di Shanghai.

Langkah-langkah tersebut telah menyebabkan perlambatan tajam dalam kegiatan ekonomi di seluruh China. Dalam beberapa minggu terakhir, menunjukkan bahwa sebagian besar ekonomi telah terpengaruh, dari produsen hingga pengecer.


Hide Ads