Ironi Harga Sayur Mahal Padahal RI Negara Agraris

Ironi Harga Sayur Mahal Padahal RI Negara Agraris

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Minggu, 29 Mei 2022 20:30 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Negara agraris, ialah istilah yang sangat sering kita dengar untuk menggambarkan negara tercinta kita ini, Indonesia. Namun ironisnya, di negara dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani ini, harga sayur kian hari semakin mahal.

Hal itulah yang dirasakan oleh para pedagang sayur mayur di Pasar Lokbin Muria Dalam terpantau oleh detikcom pada Minggu (29/05/2022). Mereka mengeluhkan harga sayur mayur yang kian mahal tanpa tau apa penyebab sebenarnya dari fenomena ini.

Salah seorang pedagang sayuran di pasar tersebut, Ari menjelaskan bahwa sejak lebaran kemarin harga pangan terus naik-turun, bahkan beberapa diantaranya bertambah mahal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya kira awalnya dulu itu karena sewaktu lebaran yang dagang belum pada pulang, ternyata justru makin kesini malah makin banyak yang naik," ujar Ari kepada detikcom.

Ari menambahkan bahwa sayuran seperti cabai-cabaian dan bawang merah masih berada di harga yang sangat tinggi, dengan cabai merah keriting berada pada harga Rp 60.000 dan bawang merah di harga Rp 50.000 per kg.

ADVERTISEMENT

"Ini nih yang paling mahal. Cabai merah besar, sekarang di harga Rp 70.000. Biasanya hanya Rp 40.000," ujar dia.

Ari juga menambahkan, tidak hanya cabai dan bawang merah, sayur mayur seperti sawi, kangkung, kacang panjang, buncis dan pare juga mengalami kenaikan hingga mencapai 30%.

"Semuanya ini lagi mahal. Sawi hijau ini yang biasanya Rp 10.000 sekarang saya jual Rp 20.000, dua kali lipatnya malah," tutur dia.

Supri, yang juga mengelola toko tersebut bersama Ari mengatakan bahwa fenomena ini memang bersumber dari harga pasar induk yang juga sedang naik.

"Mungkin bukan karena stoknya yang tidak ada. Ini lebih ke harga pasarannya aja yang naik. Karena pas belanja stoknya masih normal-normal saja. Bisa jadi juga mahal dari petaninya," ujar Supri.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Mengalami nasib yang sama, pedagang lainnya, Mba Sum juga ikut mengeluh dengan fenomena ini.

"Waktu itu saja saya sempat beli sampai Rp 65.000 cabai. Itu harga belinya loh, jualnya berapa. Sekarang sudah turun lagi kemudian naik lagi," ujar Sum.

Sum menambahkan bahwa dirinya juga mempertanyakan mengenai kenaikan harga ini kepada pasar induk dan para distributor tetapi belum mendapatkan jawaban.

"Itu saya sedang bertanya terus ini kok habis lebaran malah tambah naik ini. Tapi belum dapat jawaban," tutur dia.

RI Negara Agraris

Kondisi di atas sungguh ironi. Bagaimana tidak, Indonesia sebenarnya merupakan negara dengan juluk negara agraris. Predikat itu didapat karena Indonesia memiliki potensi pertanian yang begitu besar.

Melansir dari buku 'Wahana IPS' wilayah-wilayah di negara ini yang kaya hasil pertanian adalah di Karawang dan Cianjur (Jawa Barat), Madura, Jombang (Jawa Timur), Banjarnegara dan Kebumen (Jawa Tengah), Provinsi Bali, dan beberapa daerah di Pulau Sumatera.

Beberapa hasil sektor pertanian Indonesia antara lain padi, ketela, ubi, kentang, sayuran, kacang-kacangan, dan sebagainya. Pada masa panen, biasanya para petani membawa hasil panennya ke kota untuk dijual.

Negara agraris yang kaya akan tanah yang subur dan produk-produk pertanian unggulan itu kini menuai tanda tanya besar. Bagaimana bisa dengan potensi sebesar itu, harga sayur mayur justru malah semakin tinggi hingga mengusik kesejahteraan rakyat?


Hide Ads