Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta mengabulkan gugatan DH terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN). DH merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) dengan disabilitas mental di Kementerian Keuangan yang dipecat saat sedang sakit.
"Dalam putusannya Hakim mengabulkan seluruh gugatan DH dan menyatakan SK pemberhentian Menteri Keuangan dijatuhkan dengan cacat prosedur dan cacat substansi hukum," kata perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Charlie Albajili dalam keterangan tertulis, Jumat (3/6/2022). Dia menjadi pendamping hukum DH.
DH menggugat Sri Mulyani dan BPASN ke PTTUN Jakarta pada 15 November tahun lalu. Dia menggugat surat pemberhentian dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri yang dikirimkan kepada keluarganya pada Februari 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan pemberhentian karena DH dianggap mangkir dari pekerjaan selama 129 hari terhitung sejak Januari-September 2020. Padahal saat itu, dirinya sedang menderita skizofrenia paranoid setelah sebelumnya bekerja di Kementerian Keuangan selama 10 tahun.
"Hakim memerintahkan Menteri Keuangan dan BPASN untuk memulihkan hak DH sebagai ASN di Kementerian Keuangan RI," tutur Charlie.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa SK pemberhentian Menteri Keuangan cacat prosedur karena tidak didahului dengan pembentukan tim pemeriksa yang dimandatkan PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan hanya didasarkan atas penilaian atasan saja. Adanya tim pemeriksa tersebut dimaksudkan agar pemberhentian ASN dilakukan secara komprehensif, obyektif dan terhindar dari penilaian yang subyektif.
Selain itu, hakim juga menilai bahwa DH terbukti secara sah menderita skizofrenia paranoid yang merupakan bentuk disabilitas mental pada saat ia dianggap mangkir dan tidak dapat melakukan pembelaan. Hal tersebut didasarkan hakim pada bukti surat, saksi dan ahli yang dihadirkan di persidangan.
Selain itu, hakim juga menyatakan SK Banding Administratif BPASN yang menolak permohonan banding DH terbukti cacat hukum. Hakim menilai SK BPASN tidak diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan PP Nomor 79 tahun 2021.
"Hakim juga menilai penolakan upaya administratif DH merupakan tindakan diskriminatif karena tidak mempertimbangkan kondisi DH sebagai Penyandang Disabilitas Mental," imbuhnya.
(aid/das)