AS di Ambang Resesi, Tanda-tanda Sudah Terlihat

AS di Ambang Resesi, Tanda-tanda Sudah Terlihat

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 08 Jun 2022 18:00 WIB
The U.S. Capitol is seen between flags placed on the National Mall ahead of the inauguration of President-elect Joe Biden and Vice President-elect Kamala Harris, Monday, Jan. 18, 2021, in Washington.
Foto: AP/Alex Brandon
Jakarta -

Amerika Serikat diprediksi akan mengalami resesi. Prediksi itu berdasarkan laporan dari Federal Reserve yang menyebut pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2022 akan menurun lagi.

Mengutip dari CNBC, Rabu (8/6/2022) Pelacak gross domestic product (GDP), GDPNow Fed Atlanta, menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2022 hanya 0,9%.

Sementara pada kuartal sebelumnya ekonomi AS hanya tumbuh 1,5%. Penurunan pertumbuhan ekonomi pada dua kuartal berturut-turut ini merupakan kriteria resesi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

GDPNow Fed Atlanta yang mengikuti data ekonomi AS secara real time dan menggunakannya untuk memprediksi arah ekonomi. Data sebelumnya dikombinasikan dengan rilis terbaru lainnya.

Kemudian, menghasilkan model yang menurunkan perkiraan pertumbuhan 1,3% pada 1 Juni menjadi prospek baru yakni pertumbuhan 0,9%.

ADVERTISEMENT

Penurunan ekonomi AS menurut hasil GDPNow Fed Atlanta disebabkan beberapa faktor, salah satunya pengeluaran konsumsi pribadi AS yang biasanya 70% dari produk domestik bruto mengalami penurunan menjadi 3,7%. Angka itu juga turun dari perkiraan sebelumnya 4,4%.

Meski demikian, Biro Riset Ekonomi Nasional AS atau National Bureau of Economic Research (NBER) mengatakan tidak selamanya pertumbuhan ekonomi turun dua kuartal berturut-turut akan resesi.

"Sebagian besar resesi yang diidentifikasi oleh prosedur kami terdiri dari dua atau lebih kuartal berturut-turut dari penurunan PDB riil, tetapi tidak selamanya," kata NBER di situsnya.

"Ada beberapa alasan. Kami tidak mengidentifikasi kegiatan ekonomi semata-mata dengan PDB riil, tetapi mempertimbangkan berbagai indikator. Kedua, kami mempertimbangkan kedalaman penurunan aktivitas ekonomi," lanjut NBER.

Lanjutkan membaca ke halaman berikutnya

Tanda Resesi Bagi AS

Ancaman resesi itu ditandai dengan keadaan AS yang kewalahan menghadapi tantangan ekonomi pasca pandemi dan perang di Ukraina. Hampir semua jenis komoditas mengalami kenaikan harga. Tidak hanya itu, pengangguran di Negeri Paman Sam juga mengalami peningkatan.

Menurut kesaksian warga Indonesia yang tinggal di AS, Meidy yang tinggal di Los Angeles. Harga-harga komoditas dan BBM kompak naik.

"Kalau harga-harga naik iya, gila-gilaan naiknya. Dan mayoritas semua naik," kata Meidy saat dihubungi detikcom.

Misalnya saja bahan bakar minyak (BBM), harga di wilayahnya berkisar antara US$ 6 atau Rp 86.400 sampai US$ 7 atau Rp 100.400 (kurs Rp 14.400) per galon. Sebelum perang Ukraina harga bensin paling mahal masih di angka US$ 4 atau Rp 57.600.

Kenaikan harga juga dialami barang-barang komoditas pokok. Ayam potong dan daging misalnya, yang naik hampir dua kali lipat. "Daging ayam naiknya juga lumayan. Biasanya 1 ekor pas pandemi saya beli US$ 7 sudah ukuran lumayan besar. sekarang jadi bisa US$ 13," ungkapnya.

Pasar modal AS juga turut terdampak akibat kondisi ekonomi global saat ini. Saham perusahaan raksasa seperti Amazon dan Apple anjlok cukup drastis. Selain itu, Meidy mengatakan banyak orang memilih keluar dari pekerjaannya karena pertimbangan gaji. Namun, mereka sulit mendapat pekerjaan baru akibat belum pulihnya ekonomi setelah pandemi.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS juga menunjukan jumlah pengangguran meningkat 9 ribu menjadi 5,950 juta, sedangkan tingkat penyerapan tenaga kerja naik 321 ribu menjadi 158,426 juta.

Berdasarkan data itu, tingkat pengangguran di AS 3,6% pada Mei 2022, sama seperti dalam dua bulan sebelumnya, tetap terendah sejak Februari 2020 dan dibandingkan dengan ekspektasi pasar 3,5%.



Simak Video "Sri Mulyani: Dunia Tidak Baik-baik Saja, Inflasi di Berbagai Negara"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads