Tanda Resesi Bagi AS
Ancaman resesi itu ditandai dengan keadaan AS yang kewalahan menghadapi tantangan ekonomi pasca pandemi dan perang di Ukraina. Hampir semua jenis komoditas mengalami kenaikan harga. Tidak hanya itu, pengangguran di Negeri Paman Sam juga mengalami peningkatan.
Menurut kesaksian warga Indonesia yang tinggal di AS, Meidy yang tinggal di Los Angeles. Harga-harga komoditas dan BBM kompak naik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau harga-harga naik iya, gila-gilaan naiknya. Dan mayoritas semua naik," kata Meidy saat dihubungi detikcom.
Misalnya saja bahan bakar minyak (BBM), harga di wilayahnya berkisar antara US$ 6 atau Rp 86.400 sampai US$ 7 atau Rp 100.400 (kurs Rp 14.400) per galon. Sebelum perang Ukraina harga bensin paling mahal masih di angka US$ 4 atau Rp 57.600.
Kenaikan harga juga dialami barang-barang komoditas pokok. Ayam potong dan daging misalnya, yang naik hampir dua kali lipat. "Daging ayam naiknya juga lumayan. Biasanya 1 ekor pas pandemi saya beli US$ 7 sudah ukuran lumayan besar. sekarang jadi bisa US$ 13," ungkapnya.
Pasar modal AS juga turut terdampak akibat kondisi ekonomi global saat ini. Saham perusahaan raksasa seperti Amazon dan Apple anjlok cukup drastis. Selain itu, Meidy mengatakan banyak orang memilih keluar dari pekerjaannya karena pertimbangan gaji. Namun, mereka sulit mendapat pekerjaan baru akibat belum pulihnya ekonomi setelah pandemi.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS juga menunjukan jumlah pengangguran meningkat 9 ribu menjadi 5,950 juta, sedangkan tingkat penyerapan tenaga kerja naik 321 ribu menjadi 158,426 juta.
Berdasarkan data itu, tingkat pengangguran di AS 3,6% pada Mei 2022, sama seperti dalam dua bulan sebelumnya, tetap terendah sejak Februari 2020 dan dibandingkan dengan ekspektasi pasar 3,5%.
Simak Video "Sri Mulyani: Dunia Tidak Baik-baik Saja, Inflasi di Berbagai Negara"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)