Harga Cabai Selangit, Pedagang RM Padang hingga Warung Nasi Panik

Harga Cabai Selangit, Pedagang RM Padang hingga Warung Nasi Panik

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Selasa, 21 Jun 2022 17:11 WIB
Dalam Wawancara Bersama Grammy, Agnes Mo Ungkap Suka Makan Nasi Padang Sebelum Manggung
Foto: IG TV @recordingacademy
Jakarta -

Kenaikan harga pangan terutama cabai-cabaian membuat masyarakat panik. Pasalnya, para pedagang masakan seperti warung nasi dan rumah makan padang setiap harinya membutuhkan pasokan cabai yang mencukupi kebutuhan memasaknya. Pun dari kenaikan harga ini, sebagian besar pedagang memilih untuk tidak menaikkan harga karena takut kehilangan pelanggan.

Seperti halnya yang dilakukan Aldi, pemilik RM. Padang Minang Sakato di kawasan Tebet. Dirinya memilih untuk mempertahankan harga jual masakannya. Hal ini lah yang membuat perolehan keuntungan rumah makannya itu berkurang.

"Untung mah ada aja. Cuma ya yang biasanya lebih, ini jadi pas gitu, agak kurangan," ujar Aldi, kepada detikcom, Selasa (21/06/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aldi mengatakan setiap harinya ia membutuhkan sekitar 9 kg cabai untuk usahanya itu. Pun untuk masakan padang sendiri akan sangat sulit mengakalinya karena tentu akan berpengaruh pada rasa.

"Kalau dikurangi, di bumbu juga pasti akan kerasa. Sekarang yang penting dapet aja. Soalnya kalo naikin harga, aduh lagi begini kondisinya, susah. Momennya ngga tepat," ujar Aldi.

ADVERTISEMENT

Bagi Aldi, hal ini merupakan salah satu resiko dari pengusaha. Di mana pasti suatu saat harga akan naik, pun juga akan turun nantinya.

"Kalau padang bumbu beda itu susah. Tinggi juga mau ngga mau tetap dibeli. Namanya kayak begituan mah udah faktor bisnis. Pusing mah ya ada , cuman ya alhamdulillah aja ada aja," ujar Aldi.

Mengalami nasib yang sama, pemilik RM. Padang Salero Ajo di kawasan Tebet, Aldo juga memilih untuk tidak menaikkan harga. Jika dibandingkan dengan sebelum kenaikan harga cabai ini, keuntungan bersih rumah makan Aldo turun hingga 30%.

"Untungnya agak menipis. Selama masih untung ya lanjutin aja dulu. Soalnya pas bulan puasa itu sempet naikin di Rp 18 ribu per porsi, dari harga Rp 17 ribu. Gamungkin sekarang saya naikin lagi. Pun dulu kan naiknya semuanya. Kalo sekarang kan cabe doang," ujar Aldo.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Aldo mengaku, dia mengakalinya dengan mengurangi porsi masakan ke konsumennya terutama untuk sambal. Hal ini ia lakukan karena menurutnya tidak mungkin untuk menggunakan cabai giling yang sudah jadi untuk menekan modal.

"Cabai giling yang sudah jadi itu jauh lebih murah biasanya. Hanya saja itu dicampur dengan tomat, wortel, dan jenis cabai lainnya juga. Warnanya gelap dan rasanya juga kurang. Tidak mungkin saya pakai," kata Aldo.

"Dibilang pusing ya pusing. Bingungnya disitu, lebaran malah stabil ngga naik. Ini saya heran ko abis puasa, tumben. Naiknya terus bertahan, langsung gede juga. Lebaran di Rp 45 ribu (harga cabai), naik ke Rp 50 ribu, eh langsung loncat ke Rp 75 ribu per kg," tambahnya.

Keresahan juga dialami oleh Aisyah, pemilik Warung Nasi Sederhana Kuningan di kawasan Tebet. Karena kenaikan harga ini, dia mengaku mau tidak mau harus menaikkan harga masakannya.

"Alhamdulillah untung tetep karena dinaikkan harganya dikit, seengganya ngga sampe rugi. Turun mah ya namanya dagang agak gak tentu," ujar Aisyah.

Setiap harinya, Aisyah mengatakan harus membeli sekitar 5 kg cabai-cabaian. Pun dirinya tidak bisa menurunkan kebutuhan pembeliab cabainya karena ia takut mengurangi rasa masakannya.

"Iya pusing. Belanjanya jadi banyak pengeluarannya. Tapi karena naikkin harga sedikit, alhamdulillah untungnya ngga turun terlalu banyak. Harus pintar-pintar belanjanya juga," ujar Aisyah.

Hasan, salah satu pegawai di warung Aisyah memberikan contoh bagaimana ia mengakali pembelian cabai. Ketika caba rawit merah yang sedang naik harganya, maka Hasan akan menaikkan kuantitas pembelian cabai rawit hijau menjadi 1/2 kg sedangkan rawit merah di 1/4 kg. Begitu pula bila terjadi sebaliknya.

"Harus pinter-pinter belanjanya. Ya pusing juga. Kalau dibanding dulu memang lumayan jauh turunnya, memang untungnya agak kecil. Tapi jauh lebih mending dibandingkan saat pandemi tinggi dulu," ujar Hasan.


Hide Ads