Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan munculnya risiko baru yang mengancam proses pemulihan ekonomi dunia. Hal itu membuat beberapa lembaga Internasional merevisi proyeksi ekonomi ke bawah.
"Kondisi perekonomian juga mulai aktif namun kita melihat risiko baru. Risiko baru yang muncul dalam perekonomian dunia tentu akan mengancam proses pemulihan," kata Sri Mulyani dalam konferensi Pers APBN KITA Edisi Juni 2022, Kamis (23/6/2022).
Risiko itu adalah kembali meningkatnya kasus COVID-19 di beberapa negara. China misalnya, sehingga beberapa kota terpaksa kembali melakukan lockdown dan menyebabkan perlambatan ekonomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum selesai COVID-19, ada perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan krisis pangan dan energi. Lonjakan inflasi tidak bisa terelakkan di berbagai belahan dunia hingga menimbulkan kenaikan suku bunga acuan seperti yang sudah dimulai Amerika Serikat (AS).
Pada saat yang sama banyak negara menghadapi ruang fiskal yang terbatas karena sudah banyak terpakai pada pandemi COVID-19. "Ini risiko baru yang menyebabkan berbagai lembaga Internasional melakukan revisi ke bawah dari proyeksi ekonomi 2022 dan 2023," tuturnya.
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi ekonomi dunia tahun ini hanya tumbuh 3,6%, jauh lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya yang di atas 4%. Bank Dunia (World Bank) bahkan memproyeksi 2022 hanya tumbuh 2,9%, turun 1,2%.
Sri Mulyani menyebut tekanan inflasi di AS akan sangat mempengaruhi kesehatan ekonomi dunia karena suku bunga naik sementara likuiditas tetap. Kondisi ini akan mempengaruhi banyak negara, lebih dari 60 negara ekonominya diperkirakan akan ambruk.
"Studi yang dilakukan oleh IMF banyak negara lebih dari 60 negara yang kondisi keuangan dalam hal ini baik APBN-nya maupun ekonominya sangat menekan. Dengan adanya pengetatan ini diperkirakan akan memicu adanya kesulitan ekonomi yang cukup serius diberbagai negara," imbuhnya.
Simak Video: Sri Mulyani Targetkan Ekonomi RI Tumbuh 5,9%, Inflasi Maksimal 4%