Kisah Penjaga Perlintasan KA Liar Modal 'Mata Telanjang', Kasih Kode Pakai HT

Kisah Penjaga Perlintasan KA Liar Modal 'Mata Telanjang', Kasih Kode Pakai HT

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 30 Jun 2022 10:02 WIB
Perlintasan sebidang liar/Herdi Alif Alhikam
Foto: Perlintasan sebidang liar/Herdi Alif Alhikam

Palang Pintu Manual

Bukan cuma dalam rangka pemantauan datangnya kereta saja, semua dilakukan manual di palang pintu perlintasan sebidang tak resmi seperti yang dijaga Femri dan Rusfendi. Termasuk dalam membuka tutup palang pintu.

Di tempat Femri ada dua palang pintu sederhana yang terbuat dari bambu di kedua sisi jalan. Femri harus menarik tambang yang terhubung pada palang pintu di seberang jalan. Tambang itu terhubung di bagian bawah rel. Bila kereta mau lewat dia akan menarik tambang untuk menutup palang pintu di seberangnya.

Nah palang pintu di sebelah posnya bisa ditutup lebih mudah, cuma dengan menariknya dengan tambang seperti portal penutup yang sering muncul di kompleks perumahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, palang pintu rada berbeda terlihat di perlintasan sebidang yang dijaga Rusfendi. Cuma ada satu portal palang pintu yang dipasang dengan bambu di seberang pos jaga yang ditempati Rusfendi. Di sisi jalan dekat dengan pos Rusfendi ditutup dengan tali tambang.

Meski begitu, bentuk palang pintunya lebih ringkas yang ada di tempat Rusfendi. Sekali tarik dua jalan akses yang terhubung ke perlintasan kereta bisa ditutup sementara saat kereta lewat.

ADVERTISEMENT

Keduanya mengaku, fasilitas palang pintu yang ada dibuat dengan dana swadaya masyarakat sejak pertama kali perlintasan sebidang itu dibuat. Nah yang berurusan merawat alat yang ada adalah Femri, Rusfendi, dan kawan-kawannya sebagai penjaga palang pintu.

"Karena kita yang jaga kita yang urus, ini kemarin tambang baru ganti. Putus. Patungan kita juga duitnya buat gantiin, kita-kita juga yang masang," tutur Femri.

Perlintasan yang dijaga Femri, Rusfendi, dan kawan-kawannya juga berbeda dengan perlintasan sebidang yang resmi. Di tempat mereka tak ada satupun early warning system (EWS) alias peringatan dini tanda ada kereta, baik alarm, maupun lampu-lampu. Yang ada cuma palang pintu yang dibuka tutup secara manual.

Karena tak ada peringatan dini, akhirnya penjaga palang pintu sendiri yang harus menjadi 'alarm'. Baik Femri dan Rusfendi, keduanya juga harus sedikit galak saat menjaga palang pintu. Tak jarang keduanya menemukan ada masyarakat yang tidak sabaran mau menerobos palang pintu yang sudah ditutup. Peran orang-orang macam Femri dan Rusfendi ini jadi penting.

"Ya kita kan nggak ada alarm, jadi ya kita yang kudu galak. Kita yang kudu bawel. Kalau yang ngeyel-ngeyel mau nerobos padahal udah kita tutup, itu kita omelin sering. Malah kadang capek juga saya ngehadepin yang begitu," cerita Rusfendi.


(hal/ara)

Hide Ads