RI Lepas Kuota Tambahan Haji Karena Punya Utang ke Saudi, Benarkah?

RI Lepas Kuota Tambahan Haji Karena Punya Utang ke Saudi, Benarkah?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 08 Jul 2022 11:32 WIB
Muslim worshippers pray around the Kaaba at the Grand Mosque in Saudi Arabias holy city of Mecca on July 5, 2022. - One million people, including 850,000 from abroad, are allowed to participate in this years hajj -- a key pillar of Islam that all able-bodied Muslims with the means are required to perform at least once -- after two years of drastically curtailed numbers due to the coronavirus pandemic. (Photo by AFP) (Photo by -/AFP via Getty Images)
Ilustrasi/Foto: AFP via Getty Images
Jakarta -

Aktivitas ibadah haji sempat berhenti karena pandemi COVID-19. Tak ada jamaah yang diberangkatkan dari Indonesia ke Tanah Suci.

Namun beberapa waktu lalu, Indonesia mendapat kuota tambahan haji dari pemerintah Arab Saudi sebanyak 10 ribu peserta untuk haji reguler tahun ini.

Tapi Kementerian Agama tak mengambil kuota tambahan tersebut. Hal ini karena tawaran belum bisa didtindaklanjuti, lantaran waktu yang tersedia sudah tak memungkinkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kabar yang berhembus dari penolakan ini adalah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dinilai memiliki utang ke Arab Saudi. Menanggapi hal tersebut Anggota Dewan Pengawas BPKH Muhammad Akhyar Adnan mengungkapkan jika selama ini pembayaran haji selalu dilakukan di muka.

"Justru visa tidak akan keluar kalau kita ada utang. Jadi masyarakat harus tahu. Misalnya perusahaan sana ada yang bilang, itu BPKH masih ada utang. Maka pemerintah Saudi akan menahan visa dan tidak akan dikeluarkan sampai selesai. Makanya itu tadi isu yang tidak masuk akal dan tidak berdasar," jelas dia dalam acara Blak-blakan detikcom.

ADVERTISEMENT

Akhyar menjelaskan BPKH bahkan sebelum pandemi pihaknya telah mengeluarkan uang ke Kementerian Agama sekitar 3 bulan sebelum keberangkatan haji. Karena biasanya, pemerintah sudah mulai survei pada 6 bulan sebelumnya.

Dia mengungkapkan sesuai dengan UU 34/2014, peran utama lembaga adalah mengelola dana haji. "Dulu sebelum lembaga ini belum ada dana haji dikelola oleh Kemenag, dan mereka juga mengelola operasional haji, sejak lembaga ini ada maka pengadaannya diserahkan kepada kami, BPKH," jelas dia.

Menurut dia yang dimaksud mengelola itu mulai menerima setoran, menginvestasikan atau menjaganya sampai membayar semua kebutuhan yang diperlukan untuk haji.

Dia menjelaskan untuk prosedur pengelolaan dana haji dulunya disetor oleh jamaah ke Kementerian Agama dan jumlahnya sama dengan ketika disetor.

Akhyar menambahkan dulu dana yang disetorkan lebih kurang dengan kebutuhan cost seorang jamaah. Tapi dengan antrean yang panjang, maka sebetulnya terjadi cost yang terus naik, seperti tahun ini, terjadi lonjakan luar biasa.

"Sementara dana ini statis saja, sehingga lama-lama ada gap, gap yang inilah kemudian BPKH mengisi. Contoh riilnya, sebelum pandemi jamaah itu ketika dia menyetor Rp 25 juta, menjelang berangkat ditambah Rp 10 juta, jadi Rp 35 juta," jelasnya.

Jadi cost haji saat itu Rp 75 juta per orang. Ada gap, ketika mereka setor hanya Rp 35 juta. Sisanya ini kita tutup dari nilai manfaat yang kita hasilkan.

(kil/eds)

Hide Ads