Duh! Gara-gara Harga TBS Sawit Anjlok, Banyak Petani Mau Konsul ke RS Jiwa

Duh! Gara-gara Harga TBS Sawit Anjlok, Banyak Petani Mau Konsul ke RS Jiwa

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 14 Jul 2022 13:57 WIB
Aktivitas petani sawit Foto: Dok Polda Riau
Foto: Aktivitas petani sawit Foto: Dok Polda Riau
Jakarta -

Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terus mengalami penurunan. Hal ini membuat banyak petani dan pengusaha mengalami kesulitan dan stres bahkan sampai ke RS Jiwa.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit indonesia (GAPKI) Sumatera Utara Alexander Maha mengungkapkan, karena kondisi ini banyak yang mulai ingin berkonsultasi ke rumah sakit jiwa.

"Banyak petani yang susah kita dapat informasi mereka petani banyak yang sudah lihat-lihat rumah sakit jiwa, gara-gara harga TBS sudah terlampau murah, kan kasihan," kata dia saat dihubungi detikcom, Kamis (14/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkapkan saat ini ada sekitar 20 juta warga yang mencari nafkah dari sektor pertanian kelapa sawit.

Menurut Alexander pemerintah sebaiknya jangan lagi menghentikan ekspor karena stok TBS sudah mencapai 8-9 juta ton. Nah kondisi itu bisa makin menjatuhkan harga sawit.

ADVERTISEMENT

Alexander mengungkapkan, volume ekspor sawit Indonesia sebesar 60% dari total yang ada di dunia. Sedangkan kalau untuk konsumsi hanya 35% dari dari produksi. Jadi sebanyak 65% memang harus diekspor.

"Banyaknya stok ekspor ini membuat kita kehilangan pasar yang diisi dengan minyak kedelai, bunga matahari dan minyak nabati lainnya," jelas dia.

Pemerintah harus segera mengambil tindakan seperti dengan menormalkan tarif atau pungutan. Pasalnya saat ini pungutan yang diberlakukan seperti pungutan ekspor US$ 200, bea keluar US$ 288 dan flush out (insidentil) US$ 200 juga dinilai memberatkan.

"Itu kalau ditotal bisa US$ 688 sendiri. Kalau dikonversi itu sama dengan Rp 10 ribu per kilo CPO, lalu kalau dikonversi lagi Rp 2 ribu per kg TBS, kan besar sekali. Ini yang bikin rakyat berdarah-darah apalagi untuk petani non mitra," jelasnya.

Dia mengharapkan pungutan ekspor ini bisa dikurangi sampai stok CPO normal 3,5 juta - 4 juta ton per bulan.

Menurut Alexander, dulunya kelapa sawit adalah hero di masa awal pandemi COVID-19. Sekarang terpaksa menjadi zero karena harga yang rendah dan sulitnya merebut pasar kembali.

Dari data GAPKI dia menyebutkan tarif ekspor CPO pada 1 Juli 2019 tercatat US$ 50 per ton dengan harga CPO US$ 453 per ton.

Lalu pada 1 Juli 2020 tarif sebesar US$ 55 per ton dan harga CPO US$ 523 per ton. Kemudian 1 Juli 2021 tarif kembali naik menjadi US$ 291 per ton dengan harga CPO US$ 723 per ton.

Pada 1 Juli 2022 tarif sebesar US$ 688 per ton dan harga CPO US$ 535 per ton.




(kil/zlf)

Hide Ads