Dunia berada di ambang resesi akibat inflasi semakin menggerogoti ekonomi. Hal ini tidak terlepas dari Indonesia yang berada di urutan kedua terbawah dari 15 negara berpotensi resesi berdasarkan survei Bloomberg.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan jika resesi terjadi dampaknya ke masyarakat adalah sulitnya memperoleh barang-barang dari sisi keterjangkauan harga karena pada melambung tinggi.
"Ini yang dikhawatirkan, tapi di Indonesia kemungkinannya kecil karena bauran kebijakan pemerintah terutama menambah subsidi untuk BBM, listrik dan gas juga ditingkatkan. Sehingga ada inflasi tapi relatif bisa lebih diredam. Inflasi pangan yang lebih tinggi sebetulnya dibanding inflasi umum karena sebagian disebabkan karena faktor global," kata Faisal, Senin (18/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak kedua jika terjadi resesi adalah banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kenaikan harga bahan baku pada tingkat produsen. Di sisi lain, permintaan atau konsumsi dari masyarakat akan menurun, sehingga terjadi penurunan omzet.
"Nah ini cenderung membuat produsen nantinya akan menahan atau menekan biaya produksi, salah satunya menekan upah buruh dan menekan penyerapan tenaga kerja," tuturnya.
Dampak dari itu tentunya akan berkesinambungan. Saat PHK besar-besaran terjadi, otomatis pengangguran dan jumlah masyarakat miskin akan bertambah.
"Dari dampak resesi itu yang paling jelas adalah orang miskin makin bertambah karena naiknya harga biasanya ditandai oleh garis kemiskinan naik, sementara pendapatan masyarakat tetap," kata Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad dihubungi terpisah.
Meski begitu, Tauhid menilai kalau pun nantinya Indonesia terjadi resesi, penurunan ekonomi tidak akan sedahsyat saat awal pandemi COVID-19 yang disebabkan adanya pembatasan aktivitas fisik. Jadi masyarakat nggak perlu panik ya, hanya tetap waspada terhadap kenaikan harga-harga barang.
"Sekarang mungkin tidak sedahsyat pada waktu itu, penurunan pertumbuhan ekonominya tidak se-drastis pada waktu pandemi, tapi lebih relatif soft. Memang masyarakat tidak boleh panik tapi harus antisipatif terutama fenomena inflasi itu sendiri dan fenomena kenaikan harga yang mulai merangkak naik," tuturnya.
Prediksi soal Indonesia yang berpotensi alami resesi tidak perlu disikapi dengan panik karena risikonya terbilang kecil yakni 3%. Berbeda dengan Sri Lanka yang menempati posisi pertama dengan persentase 85%, New Zealand 33%, hingga Korea Selatan dan Jepang 25%.
Daripada panik, mending baca persiapan yang bisa dilakukan untuk menghadapi resesi jika (amit-amit) terjadi di halaman berikutnya.