Penerimaan perpajakan merupakan tulang punggung pembiayaan negara. Pemerintah pun optimistis target perpajakan tahun ini bakal tembus target.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan penerimaan perpajakan 2022 diperkirakan tembus Rp 1.784 triliun atau tumbuh 15,3%. Prediksi tersebut melampaui target penerimaan perpajakan dalam APBN 2022 sebesar Rp 1.510 triliun.
Perkiraan penerimaan perpajakan Rp 1.784 triliun itu meliputi penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 299 triliun yang lebih tinggi dari target dalam APBN sebesar Rp 245 triliun. Kemudian, penerimaan pajak sebesar Rp1.485 triliun yang lebih tinggi dari target APBN sebesar Rp1.265 triliun.
Meski optimistis terhadap target penerimaan tersebut, pemerintah diminta mengawal ketat penerimaan perpajakan. Apalagi, menurut Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR MH Said Abdullah, masih ada saja pihak yang tidak puas terhadap kinerja pemerintah terkait penerimaan perpajakan.
Bahkan hingga mengajak untuk boikot pajak.
"Beberapa hari lalu saya terkejut ketika ada tagar di sosial media soal boikot pajak di tengah peringatan Hari Pajak 14 Juli lalu. Entah siapa yang memobilisasi gerakan itu di sosial media. Saya berharap aparat kepolisian melakukan penyelidikan atas pihak pihak yang membuat manuver di sosial media untuk memboikot pajak," ujar Said dalam keterangan tertulis, Selasa (26/7/2022)
"Ajakan memboikot pajak sungguh ancaman serius bagi kelangsungan tertib sosial dan pembangunan. Negara ini bisa shut down tanpa ada dukungan penerimaan perpajakan. Saat negara mengalami shut down, anarkhi bisa terjadi dimana mana," sambung Said
Menurut Said ketidakpuasan terhadap layanan perpajakan yang berangkat dari case to case tidak semestinya diwujudkan melalui protes boikot pajak. Penerimaan perpajakan kita menjadi tulang punggung pendapatan negara. Sebanyak 78-80 persen pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan dan digunakan untuk membiayai seluruh penyelenggaraan negara dan pembangunan.
Ketimbang energi digunakan untuk boikot pajak, akan lebih produktif bila energi tersebut digunakan untuk pengawasan terhadap fiskus, dan perbaikan sistem perpajakan kita. Dengan begitu, dua tujuan tercapai sekaligus, sistem perpajakan kita menjadi lebih baik, sekaligus meningkatkan penerimaan perpajakan yang amat berguna bagi kelangsungan pembangunan.
Sejatinya kita punya keprihatinan yang sama, yakni sejumlah persoalan yang masih menjadi pekerjaan kita bersama di sektor perpajakan. Tugas pemerintah memberi saluran positif agar para penganjur boikot pajak ikut berkontribusi baik.
"DPR sendiri tak kurang kurangnya memberikan dukungan kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan kita. Terbaru DPR bersama pemerintah mengundangkan Undang Undang No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Sistem Perpajakan (HPP). Undang undang "sapu jagat" sektor perpajakan ini kita harapkan membereskan sejumlah persoalan perpajakan yang selama ini menjadi kendala pemerintah karena ketiadaan payung hukum," terang Said.
Bersambung ke halaman berikutnya tentang celah perpajakan. Langsung klik
(hns/hns)