Menurut Said pertumbuhan ekonomi di level 5% bisa diraih jika inflasi bisa dikelola dengan baik dan permintaan domestik terjaga. Said menyebutkan masih ada peluang dari harga komoditas ekspor.
Karena itu permintaan perlu ditingkatkan agar tak mengandalkan permintaan domestik. "Oleh sebab itu kita tidak boleh mengandalkan ekspor hanya bertumpu pada komoditas. Program hilirisasi harus mulai tampak kontribusinya pada produk ekspor baru. Selama rentang 2014-2019 kita hanya menghasilkan 17 produk ekspor baru, sementara Vietnam 48, Thailand 30, dan Malaysia 30 produk ekspor baru," jelas dia.
Selain itu dari sisi investasi perlu lebih giat didorong investasi pada mesin mesin dan peralatan serta hak kekayaan intelektual. Pengeluaran untuk barang modal atau PMTB negara selama ini lebih dari 70% di dominasi oleh bangunan, kontribusi mesin, peralatan dan hak kekayaan intelektual masih rendah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena konsentrasi investasi masih pada sektor bangunan, akibatnya daya dukung produksi barang belum memadai, ditambah sumber daya manusia yang belum mempuni, dan tingginya biaya logistik, hal ini menjawab persoalan mengenai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) kita masih tinggi di level 6,24 pada tahun lalu.
Lebih dari 30% belanja negara tertransfer ke daerah dan desa. DPR telah memberikan dukungan kepada pemerintah pusat dan daerah melalui Undang Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).
"Melalui undang undang ini pemda diberikan kewenangan fiskal yang lebih besar, seiring dengan kewajiban untuk efisiensi belanja rutinnya. Dengan menjalankan undang undang ini dengan baik, kontribusi pembangunan didaerah akan jauh lebih besar effortnya. Sehingga tumpuan pembangunan tidak hanya mengandalkan belanja pusat," ujar Said.
Menurut Said jika Indonesia mampu disiplin dalam mengelola target, serta cepat melakukan mitigasi atas berbagai dinamika sosial, ekonomi, politik dan keamanan, serta berkaca dari kemampuan kita cepat melakukan recovery pada tahun 2021.