Cek! Prediksi Desain APBN 2023

Cek! Prediksi Desain APBN 2023

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 02 Agu 2022 21:22 WIB
Ketua Banggar DPR 2019-2024 Said Abdullah
Foto: dok. Istimewa: Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah
Jakarta -

Perekonomian dunia terdampak pandemi COVID-19 selama beberapa tahun terakhir. Belum selesai pandemi, terjadi perang antara Rusia dan Ukraina. Kondisi ini disebut menyebabkan pasokan bahan pangan dan energi terganggu. Hal itu juga membuat angka inflasi terus melambung tinggi di banyak negara.

Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengungkapkan kondisi ini tentu memberikan keuntungan dan kerugian untuk ekonomi nasional.

Dia menyebutkan efek kenaikan harga komoditas global di Kuartal IV tahun 2021 berdampak penerimaan perpajakan kita melampaui target, setelah dua belas tahun berturut turut kita mengalami short fall pajak. Naiknya harga komoditas juga menjaga surplus perdagangan sejak Mei 2020.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada lain hal kita harus memperbesar alokasi belanja subsidi dan kompensasi energi, yakni BBM, LPG dan listrik. Membengkaknya alokasi subsidi dan kompensasi energi ini dikarenakan kita telah lama menjadi importir minyak bumi. Biaya tambahan juga kita butuhkan untuk menjaga daya beli, khususnya rumah tangga miskin terhadap kenaikan inflasi yang mulai kita rasakan disejumlah bahan pangan impor," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (2/8/2022).

Said mengungkapkan jika pada pertemuan G20 tak ada hasil nyata untuk menangani masalah pasokan pangan dan energi dunia ini, maka ekonomi tahun depan tak akan ada perubahan.

ADVERTISEMENT

Namun jika KTT G20 ini berhasil menyelesaikan masalah pelarangan produk pangan dan energi Rusia ke pasar global maka itu akan membuka pasokan logistik global puih secara perlahan.

Dia mengatakan pada tahun 2023 perlu diwaspadai kesiapan fiskal, mengingat tahun depan negara harus kembali pada defisit pembiayaan APBN di bawah 3 persen PDB. Negara tak bisa lagi membuka pembiayaan utang seperti tiga tahun terakhir untuk melebarkan ruang fiskal.

Oleh sebab itu senjata utama pemerintah agar memiliki dompet lebih tebal yakni dengan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menjaga surplus perdagangan yang di topang dari ekspor baru dan manufaktur, penerimaan perpajakan yang baik, dan inflasi yang terkendali, serta meningkatkan investasi, khususnya pada sektor primer.

Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik

Menurut Said pertumbuhan ekonomi di level 5% bisa diraih jika inflasi bisa dikelola dengan baik dan permintaan domestik terjaga. Said menyebutkan masih ada peluang dari harga komoditas ekspor.

Karena itu permintaan perlu ditingkatkan agar tak mengandalkan permintaan domestik. "Oleh sebab itu kita tidak boleh mengandalkan ekspor hanya bertumpu pada komoditas. Program hilirisasi harus mulai tampak kontribusinya pada produk ekspor baru. Selama rentang 2014-2019 kita hanya menghasilkan 17 produk ekspor baru, sementara Vietnam 48, Thailand 30, dan Malaysia 30 produk ekspor baru," jelas dia.

Selain itu dari sisi investasi perlu lebih giat didorong investasi pada mesin mesin dan peralatan serta hak kekayaan intelektual. Pengeluaran untuk barang modal atau PMTB negara selama ini lebih dari 70% di dominasi oleh bangunan, kontribusi mesin, peralatan dan hak kekayaan intelektual masih rendah.

Karena konsentrasi investasi masih pada sektor bangunan, akibatnya daya dukung produksi barang belum memadai, ditambah sumber daya manusia yang belum mempuni, dan tingginya biaya logistik, hal ini menjawab persoalan mengenai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) kita masih tinggi di level 6,24 pada tahun lalu.

Lebih dari 30% belanja negara tertransfer ke daerah dan desa. DPR telah memberikan dukungan kepada pemerintah pusat dan daerah melalui Undang Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).

"Melalui undang undang ini pemda diberikan kewenangan fiskal yang lebih besar, seiring dengan kewajiban untuk efisiensi belanja rutinnya. Dengan menjalankan undang undang ini dengan baik, kontribusi pembangunan didaerah akan jauh lebih besar effortnya. Sehingga tumpuan pembangunan tidak hanya mengandalkan belanja pusat," ujar Said.

Menurut Said jika Indonesia mampu disiplin dalam mengelola target, serta cepat melakukan mitigasi atas berbagai dinamika sosial, ekonomi, politik dan keamanan, serta berkaca dari kemampuan kita cepat melakukan recovery pada tahun 2021.

Prediksi postur ABPN 2023 Oleh Ketua Banggar DPR di halaman berikutnya. Langsung klik

Asumsi ekonomi makro:

(1) Pertumbuhan ekonomi 5,2-5,5%
(2) Inflasi Β±4%
(3) Kurs (Rp per dolar AS) 14.400-14.700
(4) Suku Bunga SUN 10 tahun 7,3 - 9%
(5) Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) 90-100 US$/barel
(6) Lifting Minyak Bumi 650-680 ribu barel/hari
(7) Lifting Gas Bumi 1.040-1.150 ribu barel setara minyak/hari

Target Indikator Kesejahteraan:

(1) Tingkat kemiskinan 7,5-8,5%
(2) Tingkat Pengangguran Terbuka 5,3 - 6%
(3) Rasio Gini 0,375-0,378
(4) Indeks Pembangunan Manusia 73,3-73,4
(5) Nilai Tukar Petani 105-107
(6) Nilai Tukar Nelayan 107-108.

Pendapatan Negara berkisar:

Rp 2.296,64-Rp 2.507,8 triliun, yang terdiri dari penerimaan:

(1) Penerimaan Perpajakan berkisar Rp 1.936,14 - Rp 2.050,58 triliun
(2) Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp 385,5 - Rp 455,22 triliun
(3) Penerimaan Hibah Rp 2 triliun.

Belanja Negara berkisar Rp 2.829,8 - Rp 3.116,88 triliun yang terdiri dari:

(1) Belanja Pusat Rp 2.019,9 - Rp 2.276,6 triliun
(2) Transfer ke Daerah dan Desa Rp.809,9 - Rp 840,73 triliun

Defisit berkisar 2,85% PDB


Pembiayaan:

a. SBN Netto : Rp 600,8- Rp 902,2 triliun

b. Investasi Netto : Rp 65,6 - Rp 205,0 triliun

c. Rasio Utang terhadap PDB : 40,58% -42,35 % PDB


Hide Ads