Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mulai diterapkan sebagian. Ke depannya, kebijakan NIK sebagai NPWP berlaku penuh mulai Januari 2024.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menjelaskan, penggunaan NIK sebagai NPWP menjadi terobosan penting bagi sistem pajak Indonesia yang berdampak pada rasio pajak Indonesia.
"Salah satu tantangan terbesar dari lemahnya tax ratio di Indonesia terletak pada banyaknya aktivitas ekonomi yang berada di luar radar otoritas pajak. Hal ini sering disebut sebagai shadow economy," ujar Bawono kepada detikcom, Kamis (4/8/2022).
Dengan demikian menurutnya, penggunaan NIK sebagai NPWP ini akan membuat aktivitas ekonomi jadi lebih mudah dipetakan oleh pemerintah demi memperkuat rasio pajak.
"Dengan adanya penggunaan NIK sebagai NPWP, seluruh aktivitas ekonomi akan lebih mudah dipetakan. Dengan begitu, akan terjadi perluasan basis pajak," tuturnya.
Lebih lanjut Bawono mengatakan, kebijakan ini akan memberikan berbagai dampak positif, baik terhadap pihak otoritas pajak maupun wajib pajak. Salah satunya yaitu akan membuat pemetaan fiskal di Indonesia menjadi lebih baik.
"Artinya, pemerintah bisa mengetahui seberapa manfaat yang diperoleh seseorang dan sebaliknya berapa pajak yang ia bayarkan. Sistemnya akan lebih adil dan tepat sasaran. Saat ini, hal tersebut masih sulit untuk dipetakan," kata Bawono.
Baca juga: NIK Jadi NPWP Diklaim Mudahkan Wajib Pajak |
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan dapat memantau aktivitas ekonomi dari tiap masyarakat per NIK melalui kebijakan ini.
"Jangka menengah panjang tidak menutup kemungkinan ke arah itu dengan bantuan teknologi digital yang lebih canggih untuk melacak digital footprint termasuk transaksi digital," ujar Faisal.
Dengan demikian, aktivitas yang dirasa mencurigakan dan tidak sesuai dengan data pihak wajib pajak yang terdaftar pada NIK terkait dapat dipertanyakan secara langsung oleh pihak otoritas pajak. Meski begitu, ia menambahkan, dalam jangka pendek kemungkinan terjadinya hal seperti itu masih tergolong minim.
"Untuk dalam jangka pendek menurut saya belum ke situ, masih pada tahap pembenahan dan sinkronisasi data saja," tutup Faisal.
(ara/ara)