Bukan Setop Sementara, Pungutan Dana Sawit Diminta Dievaluasi

Bukan Setop Sementara, Pungutan Dana Sawit Diminta Dievaluasi

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 09 Agu 2022 11:15 WIB
Pekerja melakukan bongkar muat kelapa sawit yang akan diolah menjadi minyak kelapa sawit Crude palem Oil (CPO) dan kernel di pabrik kelapa sawit Kertajaya, Malingping, Banten, Selasa (19/6). Dalam sehari pabrik tersebut mampu menghasilkan sekitar 160 ton minyak mentah kelapa sawit. File/detikFoto.
Foto: Jhoni Hutapea

Daripada untuk mensubsidi biodiesel, lanjut dia, dana sawit ini sebenarnya punya peran yang lebih penting sebagai penyeimbang kala harga minyak goreng di tengah masyarakat melambung tinggi dan harga TBS sawit petani terjun bebas.

"Justru petani lah yang berhak mendapatkan keuntungan paling besar dari dana sawit bukan pengusaha. Salah satu contohnya juga bisa dijadikan tools untuk stabilisasi harga minyak goreng atau TBS bagi petani. Jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat luas dibandingkan diberikan ke pengusaha kelapa sawit," tutur dia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berangkat dari sana, ia menyarankan agar pemerintah mulai melakukan evaluasi terhadap penerapan pungutan ekspor produk sawit.

"Maka sudah seharusnya pemerintah mengevaluasi BPDKS secara menyeluruh. Terutama setelah kejadian fenomenal kemarin di mana kelangkaan minyak goreng terjadi dan harga minyak goreng melambung tinggi. Evaluasi bukan hanya di perdagangan, tapi dari pemanfaatan dana pungutan dari sawit," tegas dia.

ADVERTISEMENT

Dalam laporan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di tahun 2019 berjudul Salah Kaprah Dana Sawit, disebutkan bahwa pungutan sawit telah berdampak pada penurunan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani.

"Terbukti, dengan pungutan US$ 50/ton, harga tandan buah segar (TBS) petani telah mengalami penurunan sekitar Rp 120-150/kg," tulis laporan tersebut dikutip dari situs resmi SPKS, Selasa (9/8/2022).

Dalam konteks kekinian, dampaknya pada penurunan harga TBS sawit bisa lebih besar lantaran saat ini besaran pungutan sawit telah mencapai US$ 200/kg.

Dengan tekanan yang diterima petani imbas pungutan sawit, petani justru jadi pihak yang paling minim menerima manfaat dari dana pungutan sawit tersebut.

Sejak Presiden Joko Widodo menandatangani peraturan pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP-Sawit) pada tahun 2015, BPDP-Sawit sudah mengumpulkan dana kurang lebih sekitar Rp 137,28 triliun dari potongan penjualan ekspor CPO (Crude Palm Oil) hingga 2021.

Penggunaan dana yang dikumpulkan tersebut tidak banyak memberikan dampak kepada petani sawit karena dana pungutan sawit lebih banyak digunakan untuk memenuhi insentif mandatori biodiesel.

Total insentif yang diterima oleh produsen biodiesel sekitar Rp 110,05 triliun dalam periode 2015-2021 atau mencapai 80,16% dari total dana sawit. Namun anggaran untuk industri sawit justru sangat minim. Hingga tahun 2021, dari total dana pungutan sawit, anggaran peremajaan sawit hanya sebesar Rp 6,59 triliun atau setara 4,8%.

Sementara anggaran pengembangan SDM (petani) hanya Rp 199 miliar atau hanya 0,14% dari total dana sawit. Desakan evaluasi penerapan pungutan ekspor sawit atau dana sawit sebenarnya bukan sekali dua kali disuarakan.

"Dana pungutan ekspor bukan hanya untuk biodiesel. Tapi prakteknya mayoritas untuk subsidi biodiesel. Artinya dana yang dihimpun tidak kembali ke petani, khususnya untuk pengembangan sember daya manusia dan replanting," kata Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva saat berbincang dengan detikcom belum lama ini.

Yang juga menjadi sorotan adalah soal pelaksanaan penggunaan dana pungutan sawit yang rentan penyelewengan. Maklum saja, pemanfaatan dana sawit berupa pengembangan biodiesel tidak dibuka luas melainkan hanya ke segelintir perusahaan yang ditunjuk lewat skema penunjukan langsung.

Lagi-lagi, kondisi ini dimungkinkan imbas keberadaan regulasi yang ditetapkan pemerintah.

Misalnya pada Permen ESDM No. 29 thn 2015 Pasal 6 ayat (9) disebutkan Penetapan Badan usaha BBN jenis Biodiesel dan alokasi besaran volume BBN jenis Biodiesel sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi dasar Badan usaha BBM Tertentu melakukan penunjukan langsung.

Hamdan mengingatkan bahwa tahun 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah merilis pernyataan tentang potensi korupsi pungutan ekspor sawit.

"Subsidinya salah sasaran. Dinikmati oleh korporasi besar yang oknum pejabatnya tersangkut kasus korupsi minyak
goreng," tutur dia.



Simak Video "Video: Menelusuri Kampung Kembar di Duren Sawit Jaktim"
[Gambas:Video 20detik]

(dna/zlf)

Hide Ads