Isu kenaikan harga mi instan tengah ramai diperbincangkan. Hal ini tentunya mendatangkan banyak opini dari berbagai kalangan.
Sebelumnya, dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mewanti-wanti masyarakat terkait kenaikan harga mi instan.
Pandangan itu ditepis Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang merupakan produsen Indomie, Franciscus Welirang dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Harga Mi Instan Bisa Meroket
Pandangan soal kenaikan ini berlandaskan kondisi di mana dua produsen gandum terbesar di dunia, Rusia dan Ukraina tengah dilanda konflik. Perang akan membuat pasokan gandum, yang merupakan bahan baku mi instan terhambat dan membuat harga mi instan naik. Apalagi Indonesia termasuk negara pengimpor gandum terbesar.
Pada perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Lapangan Merdeka, Medan 7 Juli lalu, Jokowi mengatakan perang Ukraina dan Rusia menimbulkan dampak persoalan pangan dunia, salah satunya mahalnya harga gandum.
"Kita juga impor gandum gede banget. (Sebanyak) 11 juta ton impor gandum kita. Ini hati-hati. Yang suka makan roti, yang suka makan mi bisa harganya naik," ungkap Jokowi.
Sementara itu, pada kesempatan yang berbeda Mentan Syahrul bahkan menyebut kenaikan harga mi instan bisa mencapai tiga kali lipat.
"Belum selesai dengan climate change, kita dihadapkan Perang Ukraina-Rusia, di mana ada 180 juta ton gandum nggak bisa keluar, jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya (naik) tiga kali lipat," kata Syahrul dalam sebuah webinar, Senin (8/8/22) lalu.
Kenaikan harga tersebut terjadi karena bahan bakunya, yakni gandum juga mengalami kenaikan. Sementara, Indonesia saat ini masih impor gandum.
"Saya bicara ekstrem aja, ada gandum tapi harganya mahal banget. Sementara kita impor terus," kata Syahrul.
Harga mi instan bisa meroket ditepis. Cek halaman berikutnya.
(ara/ara)