Belakangan ini di media sosial tengah viral sebuah video yang berisikan seorang karyawan Alfamart yang memergoki seorang wanita tak membayar sejumlah cokelat dari minimarket tersebut. Namun dalam video berbeda, karyawan malah yang minta maaf kepada wanita tersebut.
Ternyata diketahui bahwa karyawan Alfamart yang bersangkutan sempat diancam dengan UU ITE karena memviralkan peristiwa saat wanita itu tak membayar cokelat.
Menanggapi hal itu, pihak Alfamart sangat menyayangkan akan tindakan yang dilakukan konsumen dengan membawa pengacara yang membuat karyawan Alfamart tertekan. Oleh sebab itu, perusahaan mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan investasi internal dan bila diperlukan akan mengambil langkah hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alfamart sedang melakukan investigasi internal lebih lanjut dan apabila diperlukan Alfamart akan mengambil langkah hukum selanjutnya," Corporate Affairs Director Sumber Alfaria Trijaya Solihin.
Perlu diketahui bahwa Alfamart sendiri merupakan salah satu perusahaan jaringan ritel terbesar di Indonesia. Adapun perusahaan ini sejatinya didirikan oleh salah seorang konglomerat, Djoko Susanto.
![]() |
Meski demikian, Alfamart yang berada di bawah naungan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk itu kini berada di bawah pengawasan kedua anak Djoko yakni Feny Djoko Susanto sebagai Presiden Komisaris, dan Budi Djoko Susanto sebagai Komisaris.
Nama Djoko Susanto sendiri masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Forbes mencatat harta kekayaannya mencapai US$ 1,45 miliar atau setara Rp 21,75 triliun. Hartanya ini tak ia dapat dengan mudah begitu saja.
Djoko merupakan anak ke-6 dari 10 bersaudara. Di balik kesuksesannya sebagai bos ritel Alfamart, ia hanya mengenyam pendidikan dasar saja karena memilih menjaga kios keluarganya di Pasar Arjuna, Jakarta.
Pada umur 17 tahun, Djoko mulai mengelola warung-warung makanan. Dia juga menjajakan rokok dan membuka beberapa warung kelontongan lagi. Usaha dalam bisnis kelontong berjalan baik, hingga sukses membuka 560 gerai yang tersebar di berbagai pasar tradisional.
Namun apa daya usahanya tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Pada 1976 musibah kebakaran membuat kios Djoko di wilayah pasar Arjuna terbakar, hingga modal 80-90% miliknya habis begitu saja.
Pengalaman itu lantas tidak menghentikan langkah Djoko, ia mulai bangkit dari keterpurukan di waktu yang relatif singkat. Hingga usaha balik seperti keadaan awal dan mengembangkan inovasi lain yaitu, dengan berjualan rokok. Menurutnya kala itu rokok menjadi barang yang selalu laku dan banyak peminatnya.
Keberhasilan Djoko merangkul banyak pelanggan menarik perhatian Putera Sampoerna yang memiliki perusahaan tembakau dan cengkeh terbesar di tanah air kala itu. Mereka bertemu tahun 1980 dan 5 tahun kemudian mereka sepakat untuk bekerja sama. Akhirnya 15 kios rokok berhasil dibuka di Jakarta.
Kesuksesannya membuka beberapa jaringan warung ini menarik perhatian taipan pengusaha rokok Putera Sampoerna.
Keduanya akhirnya bekerja sama membuka beberapa toko dan supermarket. Ketika Putera Sampoerna menjual bisnis rokoknya ke Philip Morris, Djoko fokus mengembangkan bisnis ritelnya, Alfamart.
(das/das)