Alokasi buat Petani Minim, Dana Sawit Cuma Dinikmati Segelintir Pihak

Alokasi buat Petani Minim, Dana Sawit Cuma Dinikmati Segelintir Pihak

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 15 Agu 2022 13:25 WIB
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Harga jual Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit tingkat petani sejak dua pekan terakhir mengalami penurunan dari Rp2.850 per kilogram menjadi Rp1.800 sampai Rp1.550 per kilogram, penurunan tersebut pascakebijakan pemeritah terkait larangan ekspor minyak mentah atau crude palm oil (CPO). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.
Foto: ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS

Penunjukan Perusahaan yang mendapat alokasi untuk PT. PERTAMINA yaitu :
1. PT. Cemerlang Energi Perkasa
2. PT. Wilmar Bioenergi Indonesia
3. PT. Pelita Agung Agrindustri
4. PT. Ciliandra Perkasa
5. PT. Musim Mas
6. PT. Darmex Biofuels
7. PT. Energi Baharu Lestari
8. PT. Wilmar Nabati Indonesia
9. PT. Primanusa Palma Energi
10. PT. Indo Biofuels Energy
11. PT. Bayas Biofuels
12. PT. LDC Indonesia
13. PT. SMART Tbk
14. PT. Tunas Baru Lampung
15. PT. Multi Nabati Sulawesi

Penunjukkan Perusahaan yang mendapat alokasi untuk PT. AKR Corporindo yaitu :
1. PT. Musim Mas
2. PT. Wilmar Bioenergi Indonesia
3. PT. Wilmar Nabati Indonesia
4. PT. LDC Indonesia

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, pemanfaatan dana sawit untuk pengadaan biodiesel juga dinilai tak sejalan dengan semangat pengembangan industri sawit sebagai tujuan awal diterapkannya dana pungutan ekspor sawit ini.

"Pemanfaatan saat ini lebih banyak digunakan untuk subsidi program biodiesel. Padahal ada sasaran lainnya seperti peningkatan SDM petani, peremajaan sawit, dan lainnya, yang porsinya sangat kecil sekali. Belum lagi untuk porsi lainnya. Jadi alokasi saat ini sangat timpang sekali. Kacau balau," tegas dia.

ADVERTISEMENT

Dengan kondisi saat ini, tak berlebihan menurutnya bila pemerintah mulai memikirkan untuk melakukan evaluasi terhadap penerapan dana pungutan ekspor sawit.

Jangan sampai, saat pungutan sawit kembali diterapkan malah akan ada beban baru bagi pelaku industri sawit baik produsen, pabrik pengolahan hingga petani. Padahal, mereka sendiri tidak merasakan manfaat dari penerapan dana pungutan sawit itu.

Sejak Presiden Joko Widodo menandatangani peraturan pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP-Sawit) pada tahun 2015, BPDP-Sawit sudah mengumpulkan dana kurang lebih sekitar Rp 137,28 triliun dari potongan penjualan ekspor CPO (Crude Palm Oil) hingga 2021.

Penggunaan dana yang dikumpulkan tersebut tidak banyak memberikan dampak kepada petani sawit karena dana pungutan sawit lebih banyak digunakan untuk memenuhi insentif mandatori biodiesel.

Total insentif yang diterima oleh produsen biodiesel sekitar Rp 110,05 triliun dalam periode 2015-2021 atau mencapai 80,16% dari total dana sawit. Namun anggaran untuk industri sawit justru sangat minim. Hingga tahun 2021, dari total dana pungutan sawit, anggaran peremajaan sawit hanya sebesar Rp 6,59 triliun atau setara 4,8%.

Sementara anggaran pengembangan SDM (petani) hanya Rp 199 miliar atau hanya 0,14% dari total dana sawit. Desakan evaluasi penerapan pungutan ekspor sawit atau dana sawit sebenarnya bukan sekali dua kali disuarakan.



Simak Video "Video Prabowo: Negara Kita Sesungguhnya Tak Perlu impor BBM Sama Sekali"
[Gambas:Video 20detik]

(das/zlf)

Hide Ads