Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berupaya mengantisipasi dan memutus wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang tengah melanda hewan-hewan ternak di Indonesia. Caranya dengan mengoptimalisasi layanan Tol Laut Angkutan Khusus Ternak untuk mendukung swasembada daging Nasional.
Hal ini ditegaskan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Ternak Tahun 2022 yang mengangkat tema 'Optimalisasi layanan Tol Laut Angkutan Khusus Ternak untuk Mendukung Swasembada Daging Nasional di Masa Wabah PMK.
"Diharapkan melalui pertemuan ini dapat diperoleh masukan dari berbagai pihak terkait dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan," kata Kasubdit Angkutan Laut Khusus dan Usaha Jasa Terkait, Capt. Pujo Kurnianto dalam keterangan tertulis, Jumat (26/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui pertemuan ini diharapkan pelayanan kapal angkutan ternak dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan perekonomian para peternak di tingkat produsen dan menjamin ketersediaan daging di pasar konsumen.
"Tujuan akhirnya tentu adalah memperlancar arus distribusi ternak melalui angkutan laut dengan memperhatikan prinsip animal welfare di masa wabah PMK," imbuhnya.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Hendri Ginting menyampaikan bahwa sejak diluncurkan pada 2015, program Tol Laut dan Angkutan Laut Khusus Ternak terus mengalami peningkatan dan perkembangan baik dari segi trayek, jumlah muatan, maupun kapasitas.
Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya kebutuhan pangan di dalam negeri, yang mana salah satunya adalah kebutuhan akan daging. Maka sudah sepatutnyalah pemerintah menyelenggarakan angkutan khusus ternak di dalam negeri.
Kapal khusus angkutan ternak sendiri salah satu sub sistem dari sistem angkutan laut nasional dengan memberikan subsidi operasi kepada armada kapal khusus angkutan ternak dari dana APBN, yang disalurkan pada setiap tahun anggaran melalui DIPA.
"Program tersebut selaras dengan prioritas percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia," terang Capt. Ginting.
Tingkat distribusi ternak di Indonesia disebut masih termasuk kurang dikarenakan keterbatasan kemampuan armada angkutan laut nasional dalam negeri (belum tersedia kapal khusus pengangkut ternak).
"Di Indonesia, pengangkutan ternak masih dominan menggunakan kapal barang, sehingga tidak memperhatikan faktor kesejahteraan hewan," katanya.
Selain itu, biaya transportasi untuk mengangkut ternak dengan menggunakan kapal kargo cukup tinggi, sehingga prosentase biaya transportasi melebihi prosentase keuntungan pedagang.
"Oleh karena itulah, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengupayakan pengembangan kapal khusus angkutan ternak secara bertahap dan terencana mencakup wilayah sentra lumbung ternak sapi terbesar di Indonesia ke seluruh nusantara," ungkap Capt. Ginting.
"Muatan ternak sapi yang diangkut dengan kapal angkutan khusus ternak sudah melalui tahapan karantina selama 14 hari di pelabuhan muat, dan sudah mendapatkan Sertifikat Kesehatan Hewan (SKH) yg dikeluarkan oleh Badan Karantina Daerah. Dengan demikian hewan ternak yg diangkut benar-benar sehat dan bebas dari wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)," terang Capt. Ginting.
Oleh karena itulah, Capt. Ginting menegaskan bahwa jalur tol laut adalah sarana yang relatif aman untuk menghindari potensi hewan kurban tertular penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
"Selain itu, kami juga terus berupaya untuk mengoptimalisasi muatan balik, berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, serta stakeholder terkait," ujarnya.
Simak Video "Video: 1.120 Sapi di Lumajang Terjangkit PMK, 77 di Antaranya Mati"
[Gambas:Video 20detik]
(aid/zlf)