Harga bahan bakar minyak (BBM) naik per 3 September lalu. Perubahan harga ini menyebabkan multiplier effect atau efek berganda pada sektor lainnya, termasuk pelaku bisnis perhotelan dan restoran.
Kedua bisnis pada sektor industri wisata ini terdampak dari segi tarif operasional dan daya beli konsumen. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, pihaknya berencana melakukan penyesuaian atau adjustment harga.
"Memang kalau bicara sisi restoran atau hotel sudah pasti akan melakukan adjustment. Kecuali kalau yang masih mampu, masih ada spare. Tapi kenaikan (BBM) ini cukup tajam juga, jadi saya yakin kebanyakan melakukan adjustment," kata Maulana, kepada detikcom, Kamis (8/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Maulana mengatakan, kenaikan ini tidak dapat serta merta dilakukan terutama di sektor perhotelan. Tingginya persaingan, di mana supply masih lebih besar dibandingkan demand atau permintaan pasar, melandasi langkah hotel yang harus memperhitungkannya secara tepat.
"Untuk meningkatkan tarif perlu melakukan perhitungan besar. Karena demand-nya rendah dan supply-nya besar, hotel tidak serta merta bisa menaikkan harga. Strategi yang paling cepat dilakukan yakni mengurangi diskon, misalnya biasanya 40%, menurun jadi 30%," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, pilihan yang paling tepat untuk saat ini ialah dengan melakukan efisiensi semaksimal mungkin. "Semaksimal mungkin efisiensi akan lebih baik, dibanding menaikkan harga di tengah pasar yang tidak pasti," tambahnya.
Di sisi lain, Maulana mengatakan, saat ini industri pariwisata masih dalam tahap recovery atau belum sepenuhnya pulih sejak menghadapi Covid-19.
Kenaikkan harga BBM ini membuatnya khawatir dengan kondisi daya beli masyarakat. Apalagi, kata Maulana, sektor wisata bukanlah kebutuhan utama. Kini, terlihat telah terjadi penurunan okupansi (hunian) hotel sejak bulan Agustus.
"Kalau melihat dari okupansi (hunian), sudah terjadi penurunan. Kegiatannya agak menurun dari bulan Agustus, kira-kira 5-6%. Dibanding bulan Juli sekitar di 47%, jadi sekarang di 40%-an. Awal bulan September ini masih renda, kita tidak tahu kenapa," ungkapnya.
Karena kenaikan harga BBM ini baru terjadi, Maulana belum bisa memastikan apakah penyebab penurunan okupansi ini berasal dari kondisi tersebut atau bukan. Namun yang pasti, kenaikan BBM akan mempengaruhi berbagai sektor seperti harga kebutuhan pokok, sehingga berpotensi merambah ke daya beli masyarakat.
"Yang kita khawatirkan itu daya beli masyarakat. Karena kalau rendah pun, pergerakannya nggak ada, sulit. Apalagi kalau kita bicara kenaikkan BBM. Kita paham lah dinamika pemerintah masalah subsidi, namun proses adaptasinya," kata Maulana.
Lanjutnya ke halaman berikutnya.
Simak Video "Video: Harga BBM Berubah, Simak Daftar Jenis dan Harganya"
[Gambas:Video 20detik]