Apa Kriteria Warga Miskin yang Bisa Dapat BLT BBM?

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Sabtu, 10 Sep 2022 13:00 WIB
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Seiringan dengan kenaikan harga BBM jenis Solar, Pertalite, dan Pertamax pada 3 September kemarin, pemerintah akan mencairkan sejumlah bantuan sosial (bansos). Adapun Kementerian Keuangan telah memastikan bahwa bansos ini akan cair mulai pekan ini.

Hal ini dimaksudkan sebagai bantalan ekonomi bagi masyarakat yang terimbas kenaikan harga BBM. Jenisnya adalah bantuan langsung tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU).

BLT BBM dan BSU merupakan dua bantuan berbeda dengan target penerima yang berbeda pula. Mereka yang sudah menerima BLT BBM tidak akan menerima BSU, begitupun sebaliknya.

"Mulai minggu ini sudah jalan pembagian BLT-nya, pembagian BSU-nya," kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam acara CNBC Indonesia TV, Senin (5/9/2022).

Secara khusus, untuk BLT BBM pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp 12,4 triliun diberikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu. Bantuan yang diberikan sebesar Rp 600 ribu, dan dicairkan dalam dua tahap pada September dan Desember sebesar Rp 300 ribu.

Menjadi penerima BLT BBM, lantas siap yang dimaksud dengan warga miskin atau kurang mampu itu?

Berdasarkan catatan detikcom, sebelumnya Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS Harmawanti Marhaeni pernah menjelaskan bahwa pemerintah biasa menggunakan garis kemiskinan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin.

Di sisi lain, melansir dari situs Badan Pusat Statistik, Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan non-makanan berupa perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

Dengan demikian, jika masyarakat di Indonesia punya pendapatan di atas dari batas yang ada, maka tidak tergolong sebagai orang miskin. Sebaliknya, jika pendapatannya di bawah batas maka masuk ke dalam golongan orang miskin.

Lebih lanjut, Harmawanti menjelaskan bahwa kenaikan angka garis kemiskinan itu dikarenakan pengaruh harga komoditas yang banyak dikonsumsi oleh orang miskin.

"Lalu karena perubahan komposisi komoditas yang dikonsumsi," tambah dia.

Adapun daftar komoditas yang memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan yakni, beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, mie instan, kopi bubuk dan kompi instan (sachet), kue basah, tempe, tahu, roti, bawang merah, dan lainnya.

Adapula yang berasal dari komoditas bukan makanan, yakni perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, angkutan, kesehatan, dan lainnya.

"Jika harga komoditas-komoditas ini naik maka garis kemiskinan akan naik, contoh saat harga beras naik akan sangat berpengaruh ke garis kemiskinan karena share beras sekitar 20%," jelas dia.

Berdasarkan wilayah, penduduk perdesaan dengan rata-rata pengeluaran kebutuhan minimum untuk makanan dan nonmakanan di bawah Rp 464.474 per kapita per bulan termasuk kelompok penduduk miskin. Sedangkan, penduduk di daerah perkotaan yang rata-rata pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan makanan dan nonmakanan di bawah Rp 502.730 per kapita per bulan dikategorikan miskin.




(fdl/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork