Badan publik, baik di pusat maupun daerah harus makin meningkatkan keterbukaan informasi sebagai bagian dari pelayanan kepada masyarakat.
Hal ini untuk menjawab tantangan bahwa belum semua badan publik menjalankan pengelolaan dan pelayanan informasi publiknya dengan baik.
"Tiga belas tahun setelah UU KIP berlaku, belum semua badan publik menjalankan pengelolaan dan pelayanan informasi publik dengan baik. Sesuai hasil monitoring Komisi Informasi Pusat pada tahun 2021, badan publik yang mendapat peringkat informatif baru sebesar 24,63%. Sedangkan yang tidak informatif sebesar 29,67%, " ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong di Jayapura, Papua, Selasa (13/9/2022).
Keterbukaan informasi adalah amanat Undang-Undang. Sehingga hal tersebut dikatakan Usman harus mendapat jaminan, meskipun 13 tahun setelah diundangkan, UU KIP dikatakannya tidak berjalan dengan mudah.
"Sikap terbuka adalah awal membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan yang tinggi, akan turut mendorong tingkat penerimaan publik terhadap kebijakan pemerintah," ujar Usman.
Keterbukaan informasi publik dikatakan Usman merupakan perwujudan interaksi yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut adalah implementasi demokrasi yang menyeluruh, yang mengharuskan pengetahuan masyarakat yang memiliki akses untuk mendapatkan informasi yang faktual, harus terpenuhi.
Maka itu, ujar Usman, pemerintah dengan dukungan masyarakat, wajib membangun sistem komunikasi yang sehat, sebagai upaya meningkatkan kualitas ruang dan komunikasi publik demi terciptanya sistem penyelenggaraan negara yang baik (good governance).
"Salah satu peran dalam membangun ruang publik yang sehat adalah penguatan budaya keterbukaan informasi. Ini juga sebagai amanat UndangUndang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)," kata Usman.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
(aid/dna)