Bidai merupakan anyaman rotan yang digunakan sebagai alas tikar. Kerajinan tangan ini sudah menjadi penghasilan dan sentra industri bagi masyarakat Desa Jagoi Babang, (ini wilayahnya lengkapin) Kalimantan Barat dan sekitarnya. Menariknya, bidai ternyata lebih laku dijual di Malaysia.
Salah satu penyebabnya ialah karena faktor jarak ke Pasar Serikin di Serawak, negara bagian Malaysia, yang lebih dekat dengan Jagoi Babang dibanding dengan pasar di pusat Kabupaten Bengkayang, apalagi di pusat Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak.
Domisia, salah satu pengrajin bidai rumahan, bercerita sering menjual bidai yang dibuatnya kepada pengepul untuk kemudian dijual ke Pasar Serikin di Malaysia. Biasanya, pesanan akan semakin banyak saat memasuki akhir tahun di momen Natal dan Tahun Baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut memilih menjual bidai ke Malaysia karena permintaan pasar, lokasi yang lebih dekat dan lebih besar serta menguntungkan bagi dirinya.
"(Djiual) kadang ke penampungan, kadang orang datang besar, seringnya di penampungan. Kalau orang pesan (banyak), biasa bulan 12. Kalau bulan-bulan gini sepi. Karena orang banyak yang make (buat) Natalan bareng keluarga. Ya dikirim ke Serikin, Malaysia," ujarnya belum lama ini.
Sebelum sakit, suami Domisia, Suradi sering membantu memasarkan bidai ke Pasar Serikin, terutama saat akhir pekan. Hanya berbekal motor dan kartu Pas Lintas Batas atau biasa disebut 'paspor merah', ia berangkat pagi lalu pulang lagi di sore hari.
Hal senada dilakukan Roslinda, pemilik Sentra Industri Kecil Bidai Hasta Karya. Sebelum pos lintas batas (PLB) ditutup akibat kebijakan pembatasan karena COVID-19 sekaligus sedang pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Jagoi Babang, Sentra Industri Kecil Bidai Hasta Karya lebih sering menjual bidainya ke pengepul dari Malaysia. Namun, kini ia lebih memilih menjualnya ke pasar domestik.
![]() |
"Sementara sekarang nih (PLB-nya kan ke) Malaysia ditutup, cuma sekitar sini. Bengkayang, Pontianak, Sintang, Kapuas, Jakarta pernah. Dijual online (juga) lewat WA, dari teman ke teman. Karena permintaan di daerah kita masih banyak, jadi kita di sini dulu," ujar Roslinda.
Lebih lanjut Roslinda menjelaskan dalam mengembangkan usaha bidainya, ia memanfaatkan pinjaman dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BRI. Ia pernah dua kali memanfaatkan KUR Bank BRI sebagai modal dalam mengembangkan usahanya.
Sebab menurutnya, dalam mengembangkan bidai diperlukan modal yang cukup besar untuk berbelanja bahan produksinya. Ia pun bersyukur dengan adanya KUR Bank BRI bisa membantunya dalam mengembangkan usahanya.
"Ini kan modal besar beli-beli rotan, banyak permintaan, jadi harus kita nyiapkan barang juga kan modalnya. Jadi minjam ke BRI untuk nambah modal, minjam Rp 50 juta," ujarnya.
"Sebelumnya udah 2 kali (ngambil KUR Bank BRI), (pertama) Rp 20 juta itu, (kedua) Rp 40 juta. Jadi 3 kali total minjam KUR, buat modal bikin bidai semua," imbuhnya.
detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(ncm/ega)