Pandemi Covid-19 yang melanda RI membuat para pelaku usaha toko offline meratapi nasibnya yang sepi pembeli. Kondisi ini menimpa salah satu pusat perbelanjaan legendaris di Ibu Kota, Glodok City.
Pusat perbelanjaan dengan tinggi 7 lantai itu kini mulai meredup. Jangankan pengunjung, terpantau oleh detikcom, Jumat (23/09/2022) banyak gerai telah dalam kondisi tutup atau sudah tidak beroperasi.
Jumlah gerai tutup pun bertambah dari waktu ke waktu. Tidak sedikit pula dari mereka yang turut membuka toko online, namun tetap tidak berbuah manis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih berhenti dan membuka usaha di rumah tanpa biaya sewa, banyak di antara mereka yang memutuskan bertahan. Seperti yang dilakukan Asau.
Ia yang telah membuka gerai speaker selama 6 tahun di Glodok City ini merasa dirinya tidak punya pilihan lain. Pasalnya, produk jualnya ini sulit untuk dikelola di rumah secara online.
"Nggak bisa kalau speaker ini di jual online, susah. Yang jualan online itu juga banyak yang kurang bagus, banyak yang KW, tapi di jual. Kalau saya ini mentingin kualitas jadi enaknya offline," katanya kepada detikcom.
Asau mengatakan, semenjak pusat perbelanjaan ini sepi pengunjung, banyak pula di antara tetangga-tetangganya yang pindah ke tempat lain, seperti Harco dan LTC. Namun menurutnya, cukup beresiko untuk pindah ke tempat yang dikelola swasta.
"Di sini kan enaknya dikelola pemerintah, udah cukup murah. Kemarin-kemarin ada keringanan pembayaran. Tapi kalau yang di sana kayak Harco yang baru, itu kan oleh swasta," Kata Asau.
"Swasta itu kita nggak tau kapan dia naikkin harga. Sekarang saja karena baru, nggak ada bayar maintenance, listrik. Kita nggak tau nanti beberapa waktu ke depan, beresiko. Itu trik jualannya itu biar ramai," jelasnya.
Oleh sebab itu, ia lebih memilih untuk bertahan di Glodok City yang jelas dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini PD Pasar Jaya. Namun dia terpaksa menahan risiko sepinya pengunjung. Pendapatannya kini jauh berkurang jika dibandingkan sebelum pandemi. Apalagi ia tidak membuka pelayanan online.
Kondisi ini juga membuat para pedagang mesti berjam-jam menjaga gerainya walau kemungkinan pengunjung datang sangat kecil. Seperti yang dialami oleh salah seorang pemilik toko service PlayStation di sana.
"Saya terus terang ke sini tuh cuman numpang makan sama ngopi sama ngobrol aja. Dari pada jenuh di kosan. Siapa tau ada rejeki orang lewat. Itu aja sebenernya kalau untuk sekarang," ungkapnya, yang tidak mau disebutkan namanya.
Namun sayangnya semakin ke sini, justru pelanggan makin sepi. Padahal, pandemi Covid-19 telah mereda. Ia juga turut mencoba lewat jalur online, namun hasilnya tidak terlalu signifikan.
"Saya buka juga online. Tapi coba aja ini lihat, saya packing cuman satu. Ini juga syukur ada. Istilahnya kadang buat keluarga, bayar kos aja udah susah," katanya.
Terhitung sejak pandemi melanda, pendapatannya menurun drastis, hampir menyentuh 80%. Kondisinya sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Jumlah pendapatannya kini pas-pasan dengan biaya hidupnya yang harus bayar sewa tempat tinggal.
"Istilahnya dua hari tiga hari, bahkan kadang-kadang empat-lima hari nggak dapet pelanggan," katanya.
"Dulu saya, datang dari pagi nyiapin online, dapet tuh 30. Udah beres service, udah ada yang nungguin. Kaya gitu. Sekarang beda, udah beda," tambahnya.
(das/das)