Pemprov DKI Jakarta diminta untuk menerapkan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) di DKI Jakarta. Terlebih, regulasi ini menyangkut dua kepentingan yang seringkali berseberangan yaitu kesehatan dan ekonomi.
"Perda tugasnya untuk mengatur. Mengatur itu tidak boleh saling membunuh. Bagaimana cari jalan tengah untuk cari keseimbangan agar masyarakat yang ingin hidup sehat terlindungi, dan pelaku usaha tidak dibunuh, di situlah peran kebijakan," ujar anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pembahasan atas Raperda KTR untuk dapat diterapkan di wilayah Ibukota. Atas rencana ini, sejumlah masyarakat memberikan respon yang beragam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa lembaga swadaya masyarakat mendesak Pemprov DKI Jakarta agar segera mengesahkan Raperda tersebut. Di sisi lain, sejumlah pelaku usaha di sektor tembakau mengeluhkan aturan ini karena dinilai dapat mengganggu ekosistem pertembakauan.
Peraturan daerah, kata Gembong, harus mampu menjaga keseimbangan antara pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, baik kepentingan kesehatan maupun ekonomi harus diakomodir. Jangan sampai, Raperda KTR mendiskriminasi dan merugikan salah satu pihak.
"Mengatur kan menjaga keseimbangan, jangan sampai membunuh pelaku usaha dan jangan sampai merugikan masyarakat yang berkeinginan hidup sehat. Prinsip dasarnya kan itu," tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa sesuai mekanisme penyusunan peraturan daerah, Raperda KTR DKI Jakarta harus mengacu pada peraturan di atasnya yaitu PP 109/2012.
"Perda KTR ini pasti akan diselaraskan dengan PP 109/2012. Dasarnya akan ke sana. Mekanisme pembahasan suatu aturan kan diatur dengan undang-undang," tegasnya.