Dunia Pasti Resesi 2023, Nasib RI Gimana Bu Sri Mulyani?

Dunia Pasti Resesi 2023, Nasib RI Gimana Bu Sri Mulyani?

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 27 Sep 2022 09:27 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hadir dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI. Rapat itu membahas pagu indikatif Kementerian Keuangan dalam RAPBN 2022
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan ekonomi global berisiko resesi pada 2023. Hal itu disebabkan oleh pengetatan moneter berupa kenaikan suku bunga acuan di bank sentral sejumlah negara.

"Bank Dunia sudah menyampaikan kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di 2023. Inilah yang sekarang sedang terjadi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Senin (27/9/2022) kemarin.

Sikap bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang mengerek suku bunga acuan 75 basis poin (bps) dari 2,25-2,5% menjadi 3-3,25% pada September 2022 turut memantik gejolak berbagai bank sentral dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut catatan Sri Mulyani, suku bunga acuan bank sentral Inggris sudah naik 200 bps selama 2022. Begitu pula dengan The Fed yang sudah menaikkan bunga acuan 300 bps sejak awal tahun untuk merespons inflasi yang mencapai 8,3%.

"Kenaikan suku bunga oleh bank sentral terutama di negara-negara maju secara cukup cepat dan ekstrim itu pasti akan memukul pada pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut," ujar Sri Mulyani.

ADVERTISEMENT

Bank Indonesia (BI) pun memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,25%. Suku bunga deposit facility juga naik sebesar 50 bps menjadi 3,5%, sedangkan suku bunga lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 5%.

Bagaimana nasib ekonomi RI? Cek halaman berikutnya.

Simak Video 'Sinyal Sri Mulyani soal Dunia Akan Resesi':

[Gambas:Video 20detik]



Nasib Ekonomi Indonesia

Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh lebih baik pada 2022. Berbagai lembaga Internasional memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada level antara 5,1-5,4% tahun ini.

"Ini tentu karena kinerja dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II ini cukup tinggi dan saat ini sampai kuartal III juga menunjukkan aktivitas yang masih sangat cukup kuat," tutur Sri Mulyani.

"Ini menggambarkan bahwa confidence dan kinerja dari perekonomian Indonesia dianggap cukup resilient terhadap kemungkinan terjadinya pelemahan ekonomi global. Ini tentu sesuatu yang positif tapi perlu kita jaga," tambahnya.

Terlepas dari itu, Sri Mulyani menyebut inflasi yang jadi momok dari penyakit ekonomi dunia perlu diwaspadai. Di Indonesia dengan kenaikan harga BBM, administered price melonjak hingga 6,8%. Meski di sisi volatile foods mengalami koreksi menjadi 8,9% sehingga inflasi Indonesia berada di 4,69%.

"Masih kemungkinan terjadi tekanan inflasi yang berasal dari tekanan global tadi, namun kita akan tetap menjaga. Meskipun pada level Indonesia relatif lebih rendah inflasinya dibanding negara emerging maupun negara G20, kita tetap sangat fokus untuk bisa kendalikan inflasi," tegasnya.

Aktivitas manufaktur Indonesia juga masih di level ekspansi dan meningkat saat Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur global menurun dari 51,1 ke 50,3 pada Agustus 2022. Indonesia berada bersama Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam dan Arab Saudi.

"Hanya 24% dari negara G20 dan ASEAN-6, artinya mayoritas melambat dan kontraksi. Indonesia dengan kelima negara yang lain masih pada level yang akseleratif. Ini hal yang cukup positif tapi kita juga sangat menyadari lingkungan global kita mengalami pelemahan," tuturnya.

Satu-satunya negara yang mengalami peningkatan dari kontraksi menjadi ke level ekspansi adalah Prancis. Sisanya 32% negara mengalami perlambatan dan 40% negara mengalami kontraksi.

"32% yaitu negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, India, Malaysia, Brazil, Australia, Singapura, dan Afrika Selatan PMI-nya mengalami perlambatan atau kondisinya turun levelnya dari bulan sebelumnya. Bahkan 40% negara Eropa, Jerman, Italia, Inggris, Tiongkok, Korea Selatan, Kanada, Meksiko, Spanyol dan Turki sekarang PMI-nya sudah masuk kepada level kontraksi," imbuhnya.


Hide Ads