Harga Porang Terjun Bebas, Petani Minta Pemerintah Turun Tangan

Tapal Batas

Harga Porang Terjun Bebas, Petani Minta Pemerintah Turun Tangan

Dea Duta Aulia - detikFinance
Rabu, 28 Sep 2022 14:04 WIB
Petani Porang di Perbatasan RI-Malaysia
Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Bengkayang -

Porang terus diupayakan agar menjadi komoditas unggulan. Hal itu tidak terlepas dari tingginya minat pembeli dari luar negeri seperti Vietnam, Thailand, China, hingga Eropa yang tertarik dengan komoditas tersebut.

Tingginya minat terhadap komoditas tersebut tidak terlepas dari kandungan glukomanan yang terdapat di porang. Kandungan tersebut bisa diolah lebih lanjut dan dibutuhkan oleh sejumlah industri seperti kosmetik, tekstil, hingga kaca.

Petani Porang asal Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Sarno mengatakan ada sejumlah pekerjaan rumah yang mesti segera diselesaikan oleh para pemangku kepentingan untuk memaksimalkan potensi porang. Sebab kalau lambat semangat para petani untuk menanam porang di daerah perbatasan seperti Jagoi Babang, Siding, dan Seluas bisa luntur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sarno mengatakan salah satu yang menjadi keluhan para petani porang yang berada di daerah perbatasan yakni sepinya pembeli dan anjloknya harga komoditas tersebut. Belum lagi pembeli yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa menjadi tantangan tersendiri bagi para petani porang di perbatasan.

"Sekarang harga porang di Jawa berkisar Rp 3.000/kg," katanya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, harga tersebut tergolong tidak masuk akal. Berdasarkan hitungan kasar Sarno untung mengangkut porang dari daerah Jagoi Babang sampai ke Pulau Jawa membutuhkan dana sekitar Rp 2.500/kg artinya uang yang didapatkan hanya sekitar Rp 500/kg.

Keuntungan tersebut sama sekali tidak menutup modal yang harus dikeluarkan oleh para petani porang yang berada di Jagoi Babang. Sebab untuk melakukan proses penanaman, perawatan, hingga panen porang membutuhkan dana yang tidak sedikit.

"Ongkos ke Jawa Rp 2.500 ribu tinggal Rp 500, ongkos panen dari ladang ke tepi jalan nggak cukup Rp 500 berarti habis kurang," katanya.

Anjloknya harga porang pun menghadirkan kerugian yang cukup besar bagi para petani. Sarno menuturkan dirinya harus menanggung kerugian mencapai ratusan juta rupiah.

Tercatat anjloknya harga porang disebabkan karena China menutup pintu ekspor. Bahkan selama dua tahun terakhir China tidak memberikan akses ekspor porang dari Indonesia. Hal itu membuat pabrik chip porang di Indonesia sempat menumpuk dan membuat harga turun drastis. Sebelum anjlok harga porang tembus sampai Rp 14 ribu per kilo kini berada di angka sekitar Rp 2 ribu - 3 ribu per kilo.

"Saya rugi Rp 250 juta porang nol hasilnya dari porang," katanya.

Bersambung ke halaman selanjutnya. Langsung klik

Simak juga Video: Intip Petani Milenial Panen Porang, Tanaman Liar yang Hasilkan Cuan

[Gambas:Video 20detik]




Tak hanya mengalami kerugian secara pribadi, pria yang juga menjadi Ketua Koperasi Produsen Porang Bengkayang Makmur mengatakan seluruh anggota yang tergabung dalam koperasi juga mengalami hal serupa.

Menurutnya, mereka yang saat ini sudah terlanjur menanam tanaman tersebut cenderung kebunnya dibiarkan saja tanpa diberikan pupuk atau perawatan lainnya. Hal itu dilakukan semata-mata karena harga beli porang di pasar tidak sebanding dengan biaya perawatan yang harus dikeluarkan oleh petani.

"Sekarang mereka yang sudah nanam (porang) ya dibiarkan saja. Kalau kebun saya porangnya masih ada tapi tidak diurus," katanya.

Sarno mengatakan para petani porang di daerah perbatasan berharap agar terdapat pabrik atau pembeli skala besar yang mampu menampung komoditas tersebut di Kalimantan Barat. Sehingga biaya distribusi bisa ditekan.

Perbaikan harga beli porang pun harus dilakukan. Ia menuturkan idealnya agar para petani mendapatkan keuntungan harga porang berkisar di atas Rp 5.000 sampai Rp 7.000/kg. Dengan begitu biaya perawatan hingga distribusi tanaman tersebut dapat tertutupi.

"Kawan-kawan petani porang harga itu kalau di bawah Rp 5.000/kg tidak mau harus di atas Rp 5.000/kg. Kalau di sini mintanya Rp 7.000/kg itu sudah untung," jelasnya.

Ia menuturkan jika dua aspek tersebut bisa teratasi para petani yang tergabung dalam koperasi tersebut siap untuk kembali memproduksi porang kembali.

"Di Bengkayang porang sudah jelas ditanam dan tumbuh, hasilnya melampaui target di Jawa, petani, bibit, lahan, tanaman, dan organisasinya sudah ada," katanya.

Meskipun mengalami sejumlah masalah, semangat Sarno dalam berwirausaha patut diacungkan jempol. Pasalnya ia kerap memanfaatkan dana pinjaman dari Bank BRI untuk membuka usaha lain yang cukup menguntungkan.

"Lebih seringnya buat modal usaha, dari toko, rumah. Menurut saya BRI sangat membantu para nasabah yang menggunakan dengan sebaik-baiknya, artinya pinjamnya untuk apa. Pernah untuk menanam sawit, ada juga pinjam ke BRI untuk bangun walet, Alhamdulillah salah satunya pinjaman dari BRI, BRI sangat membantu, dengan catatan, kalau meminjam, harus membayar setiap bulannya sesuai perjanjian," pungkasnya.

detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!


Hide Ads