Ekonomi China Sedang Tidak Baik-baik Saja Lho, Bisa Picu Resesi Global

Ekonomi China Sedang Tidak Baik-baik Saja Lho, Bisa Picu Resesi Global

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 05 Okt 2022 10:14 WIB
Bendera China
Ekonomi China Sedang Tidak Baik-baik Saja Lho, Ini Penyebabnya/Foto: Shutterstock
Jakarta -

Data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal III yang bakal dirilis pekan depan diperkirakan menyita perhatian dunia. Jika ekonomi negeri tirai bambu ini terkontraksi maka akan meningkatkan kemungkinan resesi global.

Dikutip dari BBC, Rabu (5/10/2022), China memang sedang tidak menghadapi masalah inflasi yang tinggi seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Namun, China menghadapi masalah sedikitnya permintaan untuk produknya, baik di dalam negeri maupun internasional. Kemudian, ketegangan hubungan dagang China dan negara ekonomi utama seperti AS juga menghambat pertumbuhan.

Kemudian, mata uangnya yuan anjlok terhadap dolar AS. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi investor dan memicu ketidakpastian pasar keuangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah hal disebut-sebut sebagai penyebab permasalahan ekonomi China, salah satunya kebijakan zero COVID-19. COVID-19 telah melanda beberapa kota di China termasuk pusat manufaktur seperti Shenzhen dan Tianjin yang mengganggu aktivitas ekonomi di berbagai industri. Hal itu membuat masyarakat tidak bisa membelanjakan uangnya seperti makanan dan minuman, ritel hingga wisata.

Di sisi manufaktur, Biro Statistik Nasional mencatat aktivitas pabrik naik kembali pada September setelah dua bulan ketika manufaktur tidak berkembang. Meski demikian, hal itu menimbulkan pertanyaan karena survei swasta menunjukkan aktivitas pabrik sebenarnya turun pada bulan September.

ADVERTISEMENT

Para ahli sepakat, China dapat berbuat lebih banyak untuk merangsang ekonomi. Namun, hanya sedikit alasan untuk melakukannya sampai zero COVID-19 berakhir.

"Tidak ada gunanya memompa uang ke dalam ekonomi kita jika bisnis tidak dapat berkembang atau orang tidak dapat membelanjakan uangnya," kata Louis Kuijs, kepala ekonom Asia di S&P Global Ratings.

Penyebab lain ialah langkah China dianggap tak cukup. China pada Agustus lalu telah mengumumkan rencana 1 triliun yuan untuk mendorong usaha kecil, infrastruktur dan real estat.

Masih ada asa agar ekonomi China bangkit. Cek halaman berikutnya.

Meski demikian, sebenarnya masih banyak yang bisa dilakukan untuk memacu belanja untuk mewujudkan target pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. Hal itu termasuk lebih banyak berinvestasi di infrastruktur, meringankan persyaratan pinjaman untuk pembeli rumah, pengembang properti dan pemerintah daerah, dan keringanan pajak untuk rumah tangga.

"Respons pemerintah terhadap pelemahan ekonomi cukup sederhana dibandingkan dengan apa yang telah kita lihat selama serangan pelemahan ekonomi sebelumnya," kata Kuijs.

Lebih lanjut, penyebab selanjutnya ialah aktivitas real estate dan sentimen negatif di sektor perumahan yang disinyalir memperlambat ekonomi China. Hal ini menjadi pukulan keras bagi China karena properti dan industri lain yang berkontribusi hingga sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) China.

"Ketika kepercayaan lemah di pasar perumahan, itu membuat orang merasa tidak yakin tentang situasi ekonomi secara keseluruhan," kata Kuijs.

Penyebab berikutnya, raksasa teknologi China kehilangan investor yang dipicu oleh tindakan keras regulator. Tencent dan Alibaba melaporkan penurunan pendapatan pertama mereka di kuartal terakhir. Laba Tencent turun 50%, sementara laba bersih Alibaba turun setengahnya.

Puluhan ribu pekerja muda kehilangan pekerjaan. Hal ini dapat merugikan produktivitas dan pertumbuhan China dalam jangka panjang.

Lihat juga video 'Kisah Para Petani China Lulusan Perguruan Tinggi':

[Gambas:Video 20detik]




Hide Ads