Punya Hubungan Dagang Erat, Bahayakah RI Jika China Krisis?

Punya Hubungan Dagang Erat, Bahayakah RI Jika China Krisis?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 06 Okt 2022 16:06 WIB
Bendera China
Foto: Shutterstock

Oleh karena itu, kenaikan suku bunga berkemungkinan terjadi kembali. Begitu pula dengan pelemahan nilai tukar rupiah akibat imported inflation atau inflasi yang didorong naiknya biaya impor. Menurut Bhima, RI seolah merasakan gejala resesi ekonomi di negara-negara mitra dagang utama.

"Sudah mulai terasa satu minggu terakhir terjadi fluktuasi nilai tukar Rupiah yang cukup signifikan. kemudian selain itu juga terjadi kenaikan suku bunga yang cukup agresif yang dilakukan oleh bank sentral. Makanya sudah mulai terasa dari inflasi. Data terakhir kan hampir mencapai 6%, merupakan angka tertinggi sejak 2014," katanya.

Pandangan Bhima sedikit berbeda dengan, Pengamat Ekonomi dari CORE Piter Abdullah. Ia berkeyakinan, krisis di China saat ini belum akan berdampak terlalu negatif ke Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya berkeyakinan yang disebut krisis di China sekarang ini belum akan berdampak terlalu negatif ke Indonesia. Permintaan barang dari China masih akan tetap besar walaupun tidak tumbuh tinggi," katanya.

Piter menghubungkan keyakinannya ini dengan kondisi ekonomi China. Menurutnya, hingga kini pertumbuhan China masih tetap positif walaupun persentasenya turun dari sebelum-sebelumnya yang mampu menyentuh dua digit.

ADVERTISEMENT

"Selama ini China mampu tumbuh double digit. Sehingga ketika China tumbuh satu digit atau bahkan tumbuh di bawah 5%, China dianggap krisis. Sementara pertumbuhannya masih positif," jelasnya.

Meski demikian, tidak bisa dipungkiri hubungan dagang dan keuangan RI dengan China sangat besar. Oleh karena itu, pemerintah harus tetap waspada.


(das/das)

Hide Ads