Krisis ekonomi sedang dialami Inggris. Krisis yang saat ini terjadi dianggap bisa separah krisis ekonomi pada 2008.
Tingkat inflasi Inggris menyentuh 9,4% yang menyebabkan harga komoditas makin tinggi. Inggris juga dipusingkan dengan krisis energi di tengah musim dingin yang terjadi.
Analis memprediksi Inggris bakal jatuh ke jurang resesi lebih cepat. Dengan krisis dan ancaman resesi yang dialami Inggris, akankah Indonesia terdampak?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, krisis di Inggris hanya memberi dampak sedikit bagi Indonesia. Alasannya karena Inggris bukan menjadi mitra dagang utama Indonesia.
Namun, ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari krisis Inggris. Misalnya, potensi investasi dari Inggris yang berkurang.
"Investasi dari Inggris dalam kondisi begini bisa berkurang. Mereka memprioritaskan negaranya dulu untuk memperbaiki," katanya saat dihubungi detikcom, Jumat (7/10/2022).
Sebagai informasi, Inggris menempati posisi ke-8 investor terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, total investasi selama 2021 mencapai US$ 228 juta atau Rp 3,46 triliun.
Selain itu, Tauhid menyebut ada potensi penurunan perdagangan dari Inggris, baik ekspor maupun impor, meskipun tidak besar. Ini sesuai dengan pendapat Direktur Center of Economic and Law Studies CELIOS Bhima Yudhistira.
"Porsi tujuan ekspor Indonesia ke Inggris sebesar 0,6% dari total ekspor atau US$ 1,4 miliar sepanjang 2021. Sementara impor barang dari Inggris porsinya 0,5% dari total impor atau US$ 1 miliar," ujarnya.
Dampak krisis Inggris lebih berpengaruh terhadap psikologis investor di pasar keuangan. Menurut Bhima, Indonesia justru harus mewaspadai kondisi ekonomi China.
"Karena Indonesia ini lebih terpengaruh kepada Tiongkok (China). Jadi yang harus menjadi perhatian lebih adalah situasi ekonomi di China yang akan langsung dampak ke Indonesia," ungkapnya.
Kemudian, krisis Inggris bisa juga mempengaruhi sektor pariwisata Indonesia. "Dari sisi wisatawan, orang-orang Inggris, Eropa yang liburan ke Indonesia akan turun. Gimana mau wisata kalau lagi kepayahan, pasti mereka prioritaskan kebutuhan pangan dulu," pungkas Tauhid.
(zlf/zlf)