Ekkonomi Inggris berada dalam kondisi buruk. Banyak keluarga di Inggris kesulitan membeli makanan karena harganya tinggi.
Melansir dari The Guardian, anak-anak sekolah di Inggris terpaksa mengunyah karet penghapus karena kelaparan. Banyak juga yang menepi ke taman karena tidak bisa beli makanan di kantin.
Inflasi Inggris tercatat 9,4%, dan ponds sterling menyentuh level terendahnya terhadap dolar Amerika Serikat sejak 1985. Dengan krisis yang melanda Inggris, apa yang harus dilakukan Indonesia supaya tidak bernasib sama?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus mempersiapkan skenario terburuk, karena sangat dinamis perubahan global ini," ungkap Direktur Center of Economic and Law Studies CELIOS Bhima Yudhistira kepada detikcom, Jumat (7/10/2022).
Bhima mengatakan, perlu adanya sense of crisis terhadap situasi dunia. Menurutnya krisis yang terjadi di negara maju dan berkembang menjadi tanda untuk Indonesia melakukan persiapan.
"Perlu ada sense of crisis. Yang terjadi di Sri Lanka atau Inggris yang negara maju, itu bisa saja terjadi di Indonesia. Sehingga kita perlu melakukan persiapan," katanya.
Pemerintah dinilai perlu menjaga stok pangan dan stabilitas harga. Selain itu, sektor ketahanan energi juga perlu diperhatikan. Dan, APBN harus menjadi jaring pengaman untuk perlindungan sosial.
Pentingnya bansos dalam menangkal krisis juga disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Apalagi di tengah harga komoditas yang mulai naik.
"Saya kira memang upaya pemerintah dalam memberikan bansos bisa ditambahkan. Walaupun harga lebih tinggi, hanya itu jalan keluar, katakanlah lewat bantuan keuangan tunai, bansos-bansos," ungkapnya.
Faktor lain yang perlu dijaga adalah inflasi yang bersifat volatile. Misalnya, inflasi pangan yang kemarin sudah lebih dari 10%.
"Menjaga Inflasi terutama yang sifatnya volatile. Kemarin kan sudah di atas 10% jadi harus diwaspadai. Apalagi komoditas utamanya adalah beras," pungkasnya.
(zlf/zlf)