Banjir DKI Jadi 'PR Abadi', Pemerintah Harus Apa?

Banjir DKI Jadi 'PR Abadi', Pemerintah Harus Apa?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 10 Okt 2022 17:15 WIB
Jalan Kemang Raya, Kecamatan Mampang Prapatan masih direndam banjir pukul 22.41
Banjir di Kemang, Jakarta. Foto: dok. @TMCPoldaMetro
Jakarta -

Dalam sepekan terakhir, sejumlah titik di kawasan DKI Jakarta terendam banjir akibat guyuran curah hujan yang tinggi.

Bencana banjir sendiri telah menjadi 'konsumsi rutin' warga Jakarta. Meski pemerintah setempat tengah menggenjot pembangunan infrastruktur publik dan penangkal banjir, bencana tersebut seolah belum bisa terhindari.

Pengamat infrastruktur dari The Housing and Urban Development (The HUD) Institute Yayat Supriatna mengatakan penyebab banjir disebabkan tidak hanya oleh faktor tunggal. Budaya masyarakat dalam membuang sampah juga turut mempengaruhi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi banyak faktor, tapi yang faktor utama yang paling dominan tuh intensitas curah hujan sama durasi waktu. Jadi hujannya makin ekstrem di atas 100 mm, kemudian durasinya panjang. Belum lagi banjir kiriman atau dari luar daerah," kata Yayat kepada detikcom, Senin (10/10/2022).

Menurutnya, salah satu masalah terbesar banjir DKI saat ini adalah ancaman hujan ekstrem yang semakin sering terjadi. Kondisi itu dipersulit dengan banyaknya ruang kota yang telah mengalami banyak kerusakan.

ADVERTISEMENT

"Semakin terbatasnya ruang terbuka hijau, drainase yang katakanlah upgradenya tidak menyeluruh, kemudian penduduk bertambah, permukiman yang berkembang tanpa adanya drainase. Sementara air itu makin besar dan otomatis kan di beberapa tempat pun mengalami penurunan permukaan tanah," jelasnya.

Yayat menambahkan, pembangunan drainase di DKI sendiri belum mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan pembangunan infrastruktur lainnya. Bahkan, masih banyak titik yang mengandalkan struktur drainase lama dari zaman kolonial.

"Jadi pertumbuhan dinamikanya (infrastruktur) itu cepat. Tapi drainasenya tertinggal. Bahkan beberapa jalan-jalan baru pun kadang-kadang nggak punya drainase. Apa lagi kan penanganannya berbeda antara PU, Bina Marga, dengan (dinas) sumber daya air, berbeda," katanya.

Tidak hanya itu, ia mengatakan, persoalan anggaran menjadi salah satu faktor pemprov belum dapat mengoptimalkan kinerjanya dalam hal pemeliharaan saluran air. Sehingga, tidak semua saluran bisa dilalui air.

"Masalah terbesar itu adalah keterbatasan anggaran. Jadi penyebab tidak terpelihara, tidak terawat, walaupun ada Grebeg Lumpur (program), itu banyak (saluran air). Tapi kan karena saking luasnya tempat itu kan, yang saluran utamanya bisa, tapi saluran penghubung nya mungkin nggak maksimal. Belum lagi drainase yang ada di lingkungan permukiman," kata Yayat.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Dengan demikian, menurutnya, pemerintah perlu mendorong performanya dengan meningkatkan sinergi dengan banyak pihak serta langkah-langkah antisipasi banjir melalui berbagai proyek. Salah satunya dengan menambah kolam retensi untung penampungan.

"Bisa ditambah beberapa, yang difungsikan untuk kolam penampungan di musim hujan, tapi di musim kemarau dia kering menjadi taman dengan rumput liar. Nah itu yang harusnya diperbanyak dimana-mana. Karena sejarahnya juga Jakarta banyak rawa, banyak situ yang hilang. sekarang gimana caranya supaya bisa bertambah, itu PR paling besar," katanya.

Di sisi lain, Analis Kebijakan Transportasi serta Perkotaan jakarta di Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Azas Tigor Nainggolan mengatakan, pemerintah DKI juga harus meningkatkan pengawasan dan perawatan terhadap saluran air atau drainase. Menurutnya, kurangnya kontrol inilah yang membuat Jakarta masih 'langganan' banjir.

"Banjir di Jakarta persoalan besarnya adalah air itu nggak bisa mengalir cepat masuk ke dalam drainase. itu tidak bisa mengalir cepat ke sungai. Kenapa? Drainasenya ini ketutup kalau lagi hujan. Lihat saja kalau lagi hujan yang banyak tergenang apa? Di jalan kan," kata Azas.

Tidak hanya itu, menurutnya, tidak sedikit dari proyek-proyek pembangunan di jalanan yang menjadi penyebab tersumbatnya saluran air. Kerap kali sampah proyek seperti pasir dan dan tanah terbuang ke saluran air. Hal ini pula lah yang menyebabkan tertutupnya saluran.

Oleh karena itu, Azas mengharapkan, pemerintah terutama dalam hal ini Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) dan Dinas Perhubungan, selaku penyelenggara proyek di jalanan publik, dapat bekerja sama dalam menyelesaikan perkara ini.

"Tapi yang ada penyumbatan itu disebabkan proyek-proyek Pemprov DKI Jakarta itu tidak diawasi sehingga sampah-sampahnya, puing-puingnya, tanah-tanahnya, itu terbuang ke gorong-gorong atau ke saluran drainase. Karena nggak diawasi oleh pemprov," lanjutnya.


Hide Ads