Utang dana talangan penyelesaian lumpur Lapindo Sidoarjo, Jawa Timur yang membelit PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ) belum juga selesai. Padahal utang tersebut sudah jatuh tempo sejak Juli 2019.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban mengatakan penyelesaian terkait tagihan negara ke Lapindo sudah dikuasakan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Jadi kita sudah menunjuk kuasa kita ke Kejaksaan Agung dan kita sudah menyampaikan pandangan kita ke Kejaksaan Agung," ujar Rionald dalam acara Bincang Bareng DJKN, Jumat (14/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan begitu, tim Kejaksaan Agung yang melakukan penagihan dan sebagainya ke Lapindo.
"Di satu pihak pemerintah harus memastikan bahwa hak rakyat itu bisa dipenuhi. Pada saat yang bersamaan pemerintah harus memastikan bahwa pihak bertanggung jawab harus bertanggung jawab," tegas Rio.
Utang Lapindo ini berawal pada Maret 2007. Saat itu pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana Lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Pada saat itu perusahaan Bakrie memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar. Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%.
Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman. Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda atau lunas pada 2019 lalu.
Nyatanya hingga saat jatuh tempo, Lapindo baru mencicil satu kali dan besarannya hanya Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar tersebut. Sampai saat ini belum ada pembayaran lanjutan sehingga utangnya makin bertambah karena denda terus berjalan.
Utang Lapindo diperkirakan tembus Rp 2 triliun. Langsung klik halaman berikutnya