Ancaman resesi ekonomi makin sering dibicarakan. Mulai dari Pemerintah, ekonom hingga influencer media sosial ramai-ramai membahas topik resesi.
Di tengah ancaman tersebut, Indonesia diprediksi terhindar dari resesi. Indonesia masuk ke dalam daftar negara yang diprediksi lolos resesi berdasarkan proyeksi Asian Development Bank (ADB).
Ekonomi Indonesia disebut masih akan tetap tumbuh dan berjalan sesuai dengan jalurnya. Benarkah demikian?
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tidak ada negara yang benar-benar aman dari resesi. Indonesia tetap harus mempersiapkan skenario terburuknya.
"Tidak ada satu pun negara yang aman dari resesi. Lembaga kan mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan kondisi sekarang sangat dinamis," katanya saat dihubungi detikcom, Senin (17/10/2022).
September lalu, ADB mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2% menjadi 5%. Sedangkan IMF memangkas pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,7% pada 2023.
Baca juga: Benar Nggak Sih RI Bakal Resesi Tahun Depan? |
Resesi menjadi persoalan yang mengancam hampir semua negara. Banyak efek yang ditimbulkan, salah satunya pelemahan kurs mata uang.
"Resesi mah nggak usah tunggu tahun depan, sekarang juga global (AS). sudah resesi. Inflasi, kenaikan suku bunga yang bikin dolar naik terus," kata Founder & CEO Emtrade Ellen May.
Ancaman resesi diperparah dengan konflik Rusia-Ukraina. Namun, Bhima menyebut ada pihak yang menganggap Indonesia diuntungkan dengan perang tersebut, meski tidak sepenuhnya demikian.
"Banyak pihak beranggapan Indonesia diuntungkan dengan perang Ukraina. Harga minyak naik, ekspor komoditas melonjak. Tapi beberapa komoditas yang diandalkan sekarang mengalami perubahan arah tidak sejalan lagi dengan minyak mentah," jelasnya.
Misalnya, saat harga minyak mentah naik, harga komoditas sawit atau CPO justru turun. Sehingga indikator tersebut tidak bisa selamanya menolong ekonomi dari resesi.
Bahkan subsidi dan bantuan sosial yang disebut bisa menyelamatkan resesi dinilai belum cukup. Apalagi jumlahnya hanya 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bhima menganggap alokasi bansos seharusnya 4%-5% dari PDB.
"Ada subsidi nggak cukup. Jadi anggaran perlindungan sosial kita baru 2,5% dari produk domestik bruto pada 2023. Sementara negara yang lebih tahan itu jumlahnya 4%-5% dari PDB. Indonesia nggak bener-aman (dari resesi)," pungkasnya.
(eds/eds)