Tak hanya itu, ia juga dilatih ibunya puasa Senin-Kamis. Kemudian, ia juga diajari untuk bangun pagi dan diberikan tugas memukul bedug masjid sebagai tanda waktu subuh. Baginya, itu merupakan bentuk dari penguatan jiwa.
"Untuk menjadi anak-anak yang sukses ilmunya, belajarnya diperkuat. Tapi juga jiwanya juga dilatih, pribadinya dilatih agar menjadi pribadi yang tangguh dan kokoh, nggak cengeng," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lulus dari madrasah ibtidaiah, ia menempuh pendidikan di madrasah tsanawiyah. Lagi, untuk sekolah pun penuh perjuangan. Sebab, ia harus menempuh jarak sejauh 120 km.
"Waktu masuk tsanawiyah itu, nggak ada di kampung saya, saya mesti merantau lagi kira-kira 120 km jauhnya," katanya.
Namun, Zulhas mengatakan, waktu di tsanawiyah ia tak sanggup belajar Bahasa Arab. Oleh perintah ibunya, ia diminta untuk merantau ke Jakarta, setelah empat tahun pindah ke SMA. Dengan modal perhiasan orang tua, Zulhas diminta untuk tak kembali sebelum sukses.
"Emak saya bilang, ini modal kamu berangkat, saya dikasih gelang satu, kalung satu, sama cincin bukan berlian, tapi dari Martapura itu, intan ini modal kamu. Kata emak saya jangan pulang kalau nggak sukses. Baru tiga bulan di Jawa, di Jakarta, emak saya wafat. Itu perjuangan," katanya.
Namun, Zulhas mengatakan dirinya telah dibekali mental yang tangguh. Menurutnya, dengan modal itu, walaupun kondisi sekolah pas-pasan bisa menjadi sukses.
"Dengan modal itu walaupun sekolahnya pas-pasan bisa, bisa juga sukses," ujarnya.
(acd/ara)