Soal PHK di Tekstil Jabar, Emil: Ada Wilayah yang Tak Masuk Kontrol Birokrasi

Soal PHK di Tekstil Jabar, Emil: Ada Wilayah yang Tak Masuk Kontrol Birokrasi

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 07 Nov 2022 15:50 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjadi salah satu pembicara di acara #DemiIndonesia di Jakarta, Sabtu (29/10/2022). RK minta kebiasaan buruk harus dikurangi.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Industri garmen sedang dirudung kabar tak sedap. Kabarnya ada belasan perusahaan di Jawa Barat (Jabar) tutup operasi hingga PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karyawan.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan ada beberapa wilayah yang memang tidak bisa dikendalikan langsung oleh pemerintah. Di tengah situasi global yang sedang tidak menentu dan lesu seperti sekarang ini, permintaan akan produk-produk jadi pun melambat.

"Kalau market-nya nggak ada kan susah. Ada wilayah yang memang tidak dalam kontrol birokrasi. Itu sudah hukum pasar. Tapi perlindungan, perlindungan kemudahan (berusaha) terus kita lakukan," ujar pria yang biasa disapa Kang Emil itu di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan, setiap tahun Jabar selalu jadi peringkat satu untuk penanaman investasi. Investasi yang masuk diharapkan bisa membuka lapangan kerja untuk menutup lapangan kerja yang hilang akibat PHK.

"Setiap tahun investasi kan nomor satu. Tahun lalu masuk Rp 136 triliun menghasilkan 136 ribu pekerjaan. Jadi biasanya ada pengaruh dari potensi resesi global di tahun depan tapi kita kompensasi dengan banyaknya investasi yang masuk ke Jawa Barat," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Seperti diberitakan sebelumnya, Government and Public Relation Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Sariat Arifia mengatakan ada 14 kabupaten/kota yang memberikan data jumlah pengurangan/putus kontrak mencakup 106 perusahaan di Jawa Barat.

Selain itu, dikutip dari CNBC Indonesia, ada 54,553 pekerja yang sudah terkena PHK/pengurangan pekerja. Dilaporkan PPTPJB ada 18 pabrik yang tutup yang berdampak pada 9.592 pekerja. Selain itu, total pengurangan/putus kontrak mencapai 64.165 pekerja dari 124 perusahaan.

Ia mencatat kondisi ini karena situasi orders terutama Post Covid dan dampak perang Rusia-Ukraina. Pemicunya antara lain biaya logistik naik tiga kali lipat dengan munculnya fenomena 'kiamat kontainer' sehingga pengiriman tidak bisa diandalkan.

Lanjut ke halaman berikutnya

Di sisi lain stok menumpuk ditambah order di pabrik rata-rata turun 40-70%. Hal ini berantai pada pabrik banyak yang diliburkan. Namun, estimasi order kembali normal di Juni 2023, waktu yang lama untuk bagi industri tetap bertahan.

Belum lagi pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional 'menjerit' terkena efek domino pelemahan daya beli di pasar tujuan ekspor. Pembelian ekspor TPT selama 2 bulan terakhir dilaporkan anjlok sekitar 30% dibandingkan September-Oktober 2021.

Kondisi itu kemudian memaksa pabrik memangkas jam kerja. Rata-rata, jam kerja buruh pabrik TPT adalah 40 jam per minggu. Namun, kini turun ke bawah 40 jam, bahkan jadi hanya sekitar 30 jam per minggu.

"Ada yang sudah meliburkan Sabtu-Minggu, ada yang kini hanya kerja 4-5 hari seminggu. Ada yang sudah mematikan 1-2 lini produksinya. Ini akibat pelemahan global dan sudah kita rasakan terutama selama 2 bulan terakhir," kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja kepada CNBC Indonesia.

Imbasnya, kata dia, setidaknya ada 45 ribu orang buruh industri TPT yang sudah dirumahkan hingga saat ini.

"Ya, puluhan ribu. 45 ribu orang saya pikir ada, dari hulu ke hilir industri TPT. Bukan cuma anggota API, nggak cuma pabrik garmen. Ada pabrik pemintalan, pencelupan, tenun, ada garmen," ujarnya.


Hide Ads