Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (INTEGRITY) ditunjuk sebagai kuasa hukum pengusaha untuk rencana uji materi Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
INTEGRITY mewakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perkumpulan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (HIPPINDO), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia sendiri sudah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Penetapan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 disebut tanpa pembahasan dalam forum Dewan Pengupahan Nasional dan Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional.
"Tahun ini, baru saja pada 16 November, tanpa pembahasan dalam forum Dewan Pengupahan Nasional dan Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023," tulis Denny Indrayana selaku kuasa hukum pengusaha dalam keterangannya, Jumat (25/11/2022).
INTEGRITY akan mengajukan uji materi atas Permenaker 18/2022 tersebut ke Mahkamah Agung. Secara rinci, argumentasi uji materi akan disampaikan dalam permohonan, menyebutkan beberapa poin utama.
"Permenaker 18/2022 bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, antara lain Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," lanjutnya.
Permenaker 18/2022 juga dianggap bertentangan dengan Undang-undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91 Tahun 2020 tentang Pengujian UU Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Penyusunan Permenaker 18/2022 juga diklaim tanpa partisipasi publik seperti yang seharusnya.
"Bahwa terbitnya Permenaker 18/2022 menjelang ujung masa penetapan Upah Minimum 2023 telah mengubah berbagai rumusan hukum yang telah ada pada peraturan yang lebih tinggi, dan karenanya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tersebut, serta menimbulkan ketidakpastian hukum yang memperburuk iklim usaha di tanah air," jelasnya.
Sambil menunggu putusan MA, pengusaha meminta Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, untuk menunda pelaksanaan Permenaker 18 Tahun 2022. Permohonan ini juga akan disampaikan dalam permohonan uji materi ke MA.
"Kami juga dengan hormat meminta kepada semua Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota), karena adanya uji materi atas Permenaker 18/2022 tersebut, untuk tetap menggunakan PP 36 Tahun 2021 sebagai dasar penetapan upah minimum di daerah masing-masing, guna menghindari gugatan pembatalan penetapan upah minimum ke Pengadilan Tata Usaha Negara, disebabkan Permenaker 18/2022 yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi tersebut," ungkapnya.
Dalam permohonan uji materi di MA, pengusaha akan menyampaikan pengubahan kebijakan upah minimum melalui Permenaker 18 Tahun 2022 tersebut, bukan hanya bermasalah dari sisi hukum, tetapi juga problematik dari sisi ekonomi maupun keadilan.
Aturan kenaikan upah yang baru ditakutkan memberatkan dunia usaha, yang pada gilirannya dapat menyebabkan hilangnya peluang kerja, dan bahkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja massal.
(das/das)