Qatar -
Qatar menjadi tujuan utama untuk orang-orang Asia selatan untuk memperbaiki nasib. Sebagian dari mereka, ada yang menjadi driver taksi online. Pendapatannya lebih besar dari posisi manajer di negara asalnya.
Qatar menjelma menjadi negara kaya pada pertengahan 1990-an. Eksplorasi gas alam yang menjadi pemicu berkembangnya Qatar menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru.
Dengan kekayaannya, Qatar disebut mempunyai visi untuk mengelola keuangannya. Ada banyak pembangunan, salah satu proyek mercusuar Qatar adalah Piala Dunia 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan biaya penyelenggaraan sebanyak 220 miliar dollar AS, Qatar sudah menggelar pesta bola sejagad yang berlangsung sejak 20 November 2022. Laga final Piala Dunia 2022 akan dimainkan 18 Desember 2022, bersamaan dengan hari kemerdekaan Qatar.
Transportasi umum di Qatar sudah sangat maju. Ada Metro yang bisa menjangkau ke berbagai daerah, juga bus dengan banyak rute. Tapi, beberapa lokasi harus menyambung dengan taksi atau Uber.
Kendati negara kaya, penduduk asli Qatar tak banyak. Totalnya cuma sekitar 330 ribu orang dari total sekitar tiga juta penduduk, Qataris-nya (sebutan untuk warga negara Qatar0 cuma 10,5 persen dalam data yang dilansir oleh Priyadsouza.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Hansi Flick: Jerman Harus 'Dipecut' Agar Lebih Percaya Diri
[Gambas:Video 20detik]
Asia Selatan menjadi kelompok paling besar, sekitar setengahnya berasal dari India, Bangladesh, dan Pakistan. India yang paling besar dengan jumlah sekitar 700 ribu orang. Sementara Bangladesh dan Nepal sama-sama mencatat ada 400 ribu warganya menetap di Qatar.
Kebanyakan dari mereka menjadi labour dan supir Uber. detikFinace bertemu dengan salah satu migran asal Bangladesh, Ziaul Hoque. Dalam perbincangan dengannya dari Msheireb Downtown menuju salah satu Compound, dia mengisahkan kehidupannya di Doha.
"Saya dulu bekerja sebagai manajer Bank, tapi gaji di sana dan di sini sebagai sopir Uber berbeda jauh. Kalau dihitung Riyal, gaji saya menjadi manajer bank di Bangladesh sebesar 800 Riyal. Di sini bisa 2.500 riyal. Sangat jauh," kata Ziaul kepada detikSport.
"Di negara saya kacau. Makanya lebih baik saya merantau ke sini untuk keluarha saya di sana," kata dia menambahkan.
Ziaul kemudian bekisah mengenai kehidupannya di Qatar. Dengan penghasilan itu, dia harus mengirim uang untuk keluarganya di kampung halaman. Dia pun membagikan kiatnya, termasuk penyewaan akomodasi, sebutan untuk tempat tinggal perantau.
"Saya tinggal agak jauh di pinggir kota. Ya, agar bisa mendapat sewaan yang murah. Kami tinggal berkelompok, sesama dengan para perantau dari Bangladesh. Satu unti untuk 5-8 orang," kata dia Ziaul.
Obrolan dengan Ziaul juga mengungkap bahwa Bangladesh kini sedang memperbaiki diri. Pendidikan menjadi jalan masuknya.
"Pendidikan kini gratis. Tapi, peminatnya sedikit. 'Bagaimana mau sekolah kalau lapar?' Kini pemerintah memberikan iming-iming makanan gratis untuk yang mau berkuliah," kata Ziaul.
"Sekolah dan Universitas kini penuh. Banyak yang mau belajar. Kami sedang mencoba melakukan perbaikan," kata dia menambahkan.
Perjalanan dengan Ziaul akhirnya harus diakhiri seiring sudah sampai tujuan. Setelah membayar argo seusai aplikasi, kami berpisah. "Terima kasih," ucap Ziaul setelah pembayaran selesai.