Perekonomian nasional menghadapi tantangan baru setelah inflasi dan stagflasi. Hal itu adalah resflasi. Kondisi resflasi ini disebut harus diwaspadai.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menjelaskan resflasi ini adalah kondisi terjadinya resesi yang dibarengi dengan inflasi tinggi.
Sedangkan stagflasi adalah kondisi melambat atau stagnannya perekonomian yang disertai dengan inflasi tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat resflasi ekonomi cenderung belum sampai tahap perlambatan yang dalam. Meskipun sudah menuju arah bawah dan inflasi yang tinggi," kata dia dalam Siniar BI, Jumat (2/12/2022).
Dia menyebutkan kini kondisi global sudah mulai bergerak meninggalkan resflasi dan mengarah ke stagflasi.
Menurut dia stagflasi akan memburuk sebelum nantinya menuju resesi. Nah dalam kondisi stagflasi ini akan ada ancaman naiknya angka pengangguran dan kenaikan harga-harga.
Dia menyebut kondisi ini telah terjadi di beberapa negara seperti Eropa sampai Amerika Serikat (AS).
Dody mengatakan Indonesia bisa saja masuk ke dalam kondisi tersebut. Namun kini kondisi fundamental Indonesia masih kuat dan jika memang terjadi perlambatan tidak akan terlalu parah.
Sebelumnya yang mengungkapkan istilah resflasi adalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Hal ini melihat berbagai negara mulai mengalami resesi akibat pertumbuhan ekonomi negatif selama 2 kuartal berturut-turut ditambah inflasi melonjak signifikan.
"Sekarang istilahnya adalah resflasi, risiko resesi dan tinggi inflasi," kata Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan Indonesia tidak akan resflasi di tahun depan karena tidak ada tanda-tanda resesi. Hanya saja memang pertumbuhan ekonomi diprediksi melambat.
"Kalau saya bilang tahun depan Indonesia itu bukan resesi, hanya pertumbuhannya melambat. Beda sama resesi, kalau resesi kan 6 bulan berturut-turut mengalami negatif kan," kata Aviliani kepada wartawan.
Mengenai inflasi, Aviliani menyatakan bahwa struktur pengeluaran orang Indonesia sekitar 20% kelas atas berkontribusi 45% terhadap total konsumsi. Mereka dianggap tidak pernah terdampak inflasi, sehingga meski harga barang naik tetap melakukan kegiatan konsumsi.
"Terus menengah atas itu kira-kira sekitar 17%. Jadi 45% tambah 17% itu yang tidak terlalu kena terhadap inflasi," sebutnya.
(kil/zlf)