Riset Para Ahli Sebut Kemasan Plastik AMDK Bukan Sumber Mikroplastik

ADVERTISEMENT

Riset Para Ahli Sebut Kemasan Plastik AMDK Bukan Sumber Mikroplastik

Inkana Putri - detikFinance
Jumat, 09 Des 2022 06:26 WIB
Ilustrasi air mineral
Foto: iStock
Jakarta -

Isu lingkungan menjadi salah satu hal penting yang menjadi perhatian pemerintah mulai dari pemanasan global hingga pencemaran ekosistem alam. Terkait ekosistem alam, berbagai penelitian menunjukkan mikroplastik telah mencemari ekosistem alam, baik di darat, udara, dan terutama perairan.

Hal ini tentunya menimbulkan kekhawatiran bahwa mikroplastik juga telah mencemari bahan pangan, terutama air minum. Sherri A Mason dan para peneliti dari State University of New York, Fredonia, Amerika Serikat, dalam artikel berjudul, 'Synthetic polymer contamination in bottled water' (2018) melaporkan mikroplastik telah mengontaminasi produk air minum kemasan yang diperjualbelikan secara global di sembilan negara, termasuk Indonesia. Dari 259 total botol yang diteliti, 93 persen menunjukkan tanda-tanda kontaminasi mikroplastik.

Mikroplastik dan Risikonya

Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) dan Badan Bahan Kimia Eropa (ECHA) menyebut mikroplastik merupakan fragmen dari semua jenis plastik yang panjangnya kurang dari 5 milimeter (0,20 inci). Istilah ini diperkenalkan pada 2004 oleh seorang ahli biologi kelautan dari University of Plymouth, Inggris, Richard Thompson.

Hingga kini, terdapat dua klasifikasi mikroplastik yang disebut para ahli. Pertama, mikroplastik primer, yakni partikel plastik yang sudah berukuran 5 milimeter atau kurang sebelum memasuki lingkungan. Adapun sumber dari plastik ini adalah serat mikro (microfiber) dari bahan tekstil atau pakaian, manik-manik mikro (microbeads), dan butiran plastik. Kedua, mikroplastik sekunder.

Jenis mikroplastik ini muncul akibat penguraian produk plastik yang lebih besar melalui proses pelapukan alami setelah memasuki lingkungan. Sumbernya antara lain kemasan pangan, kantong plastik, dan keausan ban.

Meski demikian, mikroplastik juga ditemukan di tempat-tempat yang jauh dari penggunaan produk plastik. Sebuah survei sedimen laut dalam di China pada 2020 menunjukkan keberadaan mikroplastik di lapisan pengendapan yang usianya jauh lebih tua daripada penemuan plastik. Mikroplastik bahkan telah ditemukan di pegunungan tinggi, yang tentu saja jarak sangat jauhnya dari tempat-tempat sumbernya berada.

Meskipun mikroplastik diduga dapat meningkatkan risiko toksisitas pada rantai makanan bagi banyak organisme, dampak negatifnya pada tubuh manusia sejauh ini belum banyak diketahui.

Kontaminasi Mikroplastik pada Air Minum

Bicara soal kontaminasi mikroplastik pada air minum, sejumlah ahli dan aktivis anti-plastik menganggap kandungan mikroplastik berasal dari kemasan botol atau galon plastik. Namun, Mason dalam jurnal 'Synthetic polymer contamination in bottled water', justru menduga kontaminasi itu berasal dari sumber air yang menjadi bahan baku air minum dalam kemasan (AMDK) dan proses pengemasan air tersebut, terutama dari udara tempat pengemasan dilakukan.

Hasil penelitian Mason pun diperkuat oleh sekelompok peneliti dari Cina, yang juga melakukan penelitian tentang mikroplastik di dalam air kemasan. Xue-jun Zhou dan kawan-kawan dari Zhe Jiang Institute of Product Quality and Safety Inspection, Hangzhou, China, dalam artikel berjudul, 'Microplastic pollution of bottled water in China' (2021), meneliti 23 merek air kemasan yang menggunakan PET (polyethylene terephthalate), menemukan dua jenis mikroplastik yaitu fiber dan fragmen. Zhou pun sependapat dengan Mason, yakni sumber kontaminasi mikroplastik pada AMDK tidak berasal dari bagian botol.

Di sisi lain, Anna Winkler dan para peneliti dari Department of Environmental Science and Policy, University of Milan, Italia, dalam artikel berjudul 'Does mechanical stress cause microplastic release from plastic water bottles?' (2019) juga sependapat dengan hasil penelitian Mason (2018) dan Zhou (2021). Menurutnya, keberadaan mikroplastik dalam AMDK menunjukkan botol kemasan yang digunakan sebagai wadah tidak memproduksi mikroplastik. Hasil penelitian mereka membuktikan bagian permukaan botol kemasan AMDK tidak lecet dan tidak menghasilkan mikroplastik meskipun diremas selama beberapa saat. Mikroplastik justru dapat ditimbulkan oleh tutup botol AMDK saat dibuka dan ditutup berulang kali.

Dalam penelitiannya, Winkler memberi perlakuan pada botol AMDK dengan cara botol digulung di bawah alat berbobot 5 kilogram selama 1-10 menit. Lalu, ada sampel botol-botol yang tidak mendapatkan perlakuan serupa. Perlakuan ini dilakukan untuk membuktikan potensi rusaknya botol pada tekanan tertentu yang dapat menghasilkan mikroplastik ke dalam produk AMDK.

Untuk melengkapi penelitiannya, Winkler memotong sebagian dari botol plastik untuk dianalisis bagian dalamnya dengan SEM (Scanning Electron Microscopy) plus EDS (Energy dispersive X-ray spectroscopy). Hasilnya, tidak ada penambahan mikroplastik pada botol yang telah diberi tekanan tersebut.

Permukaan botol AMDK juga tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang memungkinkannya dapat memproduksi mikroplastik. Dengan demikian, hal ini menunjukkan tekanan, seperti peremasan botol AMDK, tidak menghasilkan mikroplastik sehingga sangat tidak dimungkinkan botol AMDK dianggap sebagai sumber yang menghasilkan mikroplastik ke dalam produk air minum.

Winkler pun memberi perlakuan terhadap botol dan leher botol. Dengan membuka dan menutup satu kali, 10 kali, dan 100 kali. Setelah itu, produksi mikroplastik dengan perlakukan ini diamati, dan leher botol beserta tutupnya diamati dengan menggunakan SEM. Hasilnya, proses buka tutup botol AMDK merupakan sumber adanya mikroplastik di dalam air minum.

Dari penelitiannya, Winkler pun berkesimpulan mikroplastik yang ada di dalam AMDK berasal dari sumber air sebelum proses pembotolan atau aktivitas buka tutup berulangkali, yang memungkinkan mikroplastik dari udara di tempat pembotolan masuk. Kesimpulan ini sejalan dengan temuan Zhou yang menilai kontaminasi mikroplastik dapat berasal dari sumber air baku dan selama tahap pengolahan. Dalam hal ini, proses pengisian dan penutupan botol kemasan diidentifikasi sebagai penyebab utama kontaminasi mikroplastik.

Hasil penelitian ini juga senada dengan temuan Darena Schymanski dan para peneliti dari Chemical and Veterinary Analytical Institute Münsterland-Emscher-Lippe (CVUA-MEL), Münster, Jerman, dalam jurnal berjudul 'Analysis of microplastics in water by micro-Raman spectroscopy: release of plastic particles from different packaging into mineral water' (2018). Mereka melaporkan pemakaian botol plastik berulang bisa lebih banyak mengandung mikroplastik jika dibandingkan dengan botol sekali pakai.



Simak Video "Langkah Produsen Air Mineral Hadapi Maraknya Galon Isi Ulang Oplosan"
[Gambas:Video 20detik]
(ega/ega)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT