4 Fakta Putin Balas Dendam ke Joe Biden cs

4 Fakta Putin Balas Dendam ke Joe Biden cs

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 28 Des 2022 21:00 WIB
Russian President Vladimir Putin speaks during an expanded meeting of the Russian Defence Ministry Board at the National Defence Control Centre in Moscow, on December 21, 2022. (Photo by Sergey FADEICHEV / Sputnik / AFP)
Presiden Rusia Vladimir Putin (Foto: Sergey FADEICHEV/Sputnik/AFP)
Jakarta -

Presiden Rusia Vladimir Putin balas dendam ke negara-negara barat. Balas dendam dilakukan karena negara barat yang tergabung dalam kelompok G7 membuat kebijakan batasan harga impor minyak.

Berikut fakta-faktanya:

1. Putin Balas Dendam

Putin melakukan balas dendam dengan melarang ekspor minyak ke negara-negara G7 termasuk Australia dan Uni Eropa. Anggota negara G7 terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat (AS).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Larangan ekspor minyak ke negara G7 ini bahkan diteken dalam Keputusan Presiden Rusia. Mengutip dari BBC, Rabu (28/12/2022) dalam keputusan tersebut larangan ekspor minyak ke G7 berlaku selama lima bulan dari 1 Februari hingga 1 Juli 2023.

2. Biang Kerok Putin Balas Dendam

Alasan atas ajang balas dendam yang dilakukan Putin karena kebijakan yang dikeluarkan negara G7 termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang hingga Australia.

ADVERTISEMENT

Pangkal persoalannya adalah batasan harga impor minyak yang ditetapkan oleh negara-negara tersebut sebesar US$ 60 per barel. Kebijakan itu berlaku mulai 5 Desember 2022.

Adapun alasan negara G7 membuat batasan harga tersebut untuk merusak ekonomi Rusia. Tentu pada akhirnya demi mencegah pendapatan dari minyak dimanfaatkan Rusia untuk terus menyerang Ukraina.

Putin pun geram, dan akhirnya melarang ekspor minyak ke negara G7.

3. Dampak Usai Putin Balas Dendam

Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov, mengatakan pelarangan ekspor minyak yang diteken Putin akan membuat ekonomi Rusia terjepit. Dampak besarnya kepada pendapatan Rusia yang terancam mengalami defisit yang lebih dalam lagi

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander mengatakan pendapatan negara akan jauh lebih dalam dibandingkan prediksi sebelumnya defisit 2% di 2023. Produksi minyak juga disebut akan mengalami penurunan 5% hingga 7%.

Selain itu, dampaknya larangan ekspor minyak oleh Putin disebut akan berpengaruh besar kepada negara-negara di Eropa, seperti Jerman, Prancis, Italia dan juga Inggris. Harga minyak di sejumlah negara itu akan mengalami kenaikan.

Otomatis harga bahan bakar minyak (BBM) juga akan melonjak tajam, biaya transportasi umum dan biaya logistik akan semakin mahal.

"Dampaknya itu ke transportasi ya itu BBM akan melonjak, biaya transportasinya naik, biaya logistik naik, karena di perdagangan itu kapal-kapal pakai solar mesti pakai minyak. Biaya kendaraan umum itu akan naik, karena BBM ini kan fundamental," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad kepada detikcom.

Lihat juga video 'Ukraina Dapat Rudal Patriot dari AS, Putin: Sudah Ketinggalan Zaman':

[Gambas:Video 20detik]



Lanjut ke halaman berikutnya.

Untuk AS dan Kanada, kondisinya akan lebih tenang dibandingkan negara G7 lainnya. Tauhid mengatakan kedua negara itu lebih tenang karena AS mampu memproduksi minyak untuk kebutuhan dalam negerinya. AS mampu memproduksi 18,8 juta barel dan Kanada 5,6 juta barel.

"AS produksinya sekitar 18,8 juta barel, Kanada 5,6 juta barel, China 4,9 juta barel, Irak 4,1 juta barel, UEA 3,8 juta barel, Brazil 3,7 juta barel, Iran 3,4 juta barel, dan Kuwait 2,7 juta barel," katanya.

Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan keputusan Rusia menyetop ekspor minyak akan menyebabkan Eropa kehilangan 14,4% minyak, dampaknya bisa membuat Eropa krisis energi di musim dingin.

"Harga BBM yang naik akan memukul berbagai sektor di Eropa, kemungkinan lebih buruk dari depresi besar 1930," jelasnya. Dampak ke negara Eropa akan terjadi inflasi yang lebih tinggi dan berdampak ke krisis biaya hidup yang memburuk," ungkapnya.

4. RI Bisa Kena Getahnya

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad Larangan ekspor minyak yang dilakukan Putin akan menyebabkan kenaikan pada harga minyak internasional. Dampaknya harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia akan meningkat pula.

"Pertama tentu saja kalau harga BBM naik, subsidi juga naik. Misalnya subsidi naik, karena ada subsidi pemerintah, kan yang non subsidi harganya ngikutin market. Untuk roda empat, transportasi laut, udara ikutin harga global itu costnya kan naik, dan akan menjadi beban,"

Saat harga BBM naik, subsidi juga akan meningkat dan menambah anggaran belanja negara. Apa lagi, Indonesia sendiri merupakan importir BBM, dipastikan jika harga minyak internasional naik, BBM juga akan naik.


Hide Ads